Minggu, 26 Oktober 2014

Geliat Kaum Muda dalam Realitas Demokrasi Pancasila

Demokrasi. Suatu pranata yang menyihir banyak mata di dunia. Dunia telah terbuai akan kebesaran demokrasi sebagai sistem politik. Kebebasan merupakan isu paling sentral yang disuarakan oleh mereka yang menerimanya. Tidak dapat dipungkiri bahwa demokrasi merupakan sistem politik terbaik untuk zaman ini. Terlepas dari teori yang dikemukakan oleh Polybios bahwa suatu negara pasti secara periodik mengalami siklus sistem politik yang dianutnya[1]. Demokrasi tetap menjadi sebuah pranata terbaik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ia muncul sebagai sumber kehidupan bagi kelompok manusia. Layaknya air yang datang dari langit, memberikan kehidupan bagi bumi yang dahulunya gersang menjadi subur nan indah.

Demokrasi juga memiliki budaya seperti halnya sistem-sistem politik yang lain. Ia termanifestasikan dari nilai-nilai luhur yang kemudian mengkristal hingga tercipta sebuah budaya. Rakyat mendapatkan posisi utama dalam demokrasi sehingga kedaulatannya memberikan andil besar dalam menjalankan negara. Tidak ada tirani penguasa di dalamnya. Cukup konstitusi negara dan undang-undang derivatif yang menjadi kekuatan hukum.

Demokratisasi berarti proses menuju penyelenggaraan sistem demokrasi. Proses yang terjadi setelah suatu bangsa meruntuhkan asas otoritarianisme penguasa. Masa transisi adalah ciri utama keberlangsungan demokratisasi di suatu negara. Saat ini, bangsa Indonesia sedang melangsungkan proses demokratisasi sistem politik sejak era reformasi 1998.

Pembicaraan terkait demokratisasi di Indonesia hingga saat ini masih menyimpan banyak pertanyaan dalam rangkaian pemikiran masyarakat. Hal ini tidaklah mengherankan karena bangsa ini masih berada dalam masa transisi pemerintahan, dari otoritarianisme menuju demokrasi. Masa transisi ini dapat terindikasikan dari ketidakberdayaan semua institusi dari semua sektor (publik, swasta dan sektor ketiga) untuk mewujudkan sistem integritas nasional dalam orkestra pemberantasan kejahatan korupsi. Selain itu, pendangkalan nilai demokrasi, berkurangnya keadaban publik, dan buruknya perilaku wakil rakyat adalah beberapa contoh nyata yang menjelaskan bahwa bangsa ini masih berada dalam masa transisi yang berkepanjangan.

Anis Matta berpendapat, transisi akan berakhir ketika tanda-tandanya mulai memperlihatkan diri secara tegas. Pertama, terformulasikannya kembali platform kenegaraan. Kedua, terkonsolidasikannya kembali kekuatan-kekuatan politik nasional. Ketiga, munculnya kepemimpinan nasional yang kuat dan berwibawa. Keempat, tergalangnya dukungan rakyat yang besar terhadap pemerintah dan proses pemerintahan yang sedang berjalan (Matta, 2010: 59).

Ketika proses demokratisasi di Indonesia telah tercapai, maka akan terwujud keutuhan nasional negara ini. Namun, ada hal yang perlu digarisbawahi. Demokrasi tidak selamanya menjadi sebuah sistem politik terbaik yang sempurna. Ia juga memiliki sisi gelap yang tidak dapat dinafikan. Sisi gelap itu bersumber dari prinsip liberalisme dan individualisme yang menjadi pijakan paham demokrasi. Kebebasan dan sifat individualistik cenderung menodai prinsip representasi mayoritas dalam sistem demokrasi. Hal ini dapat mengakibatkan adanya determinasi sosial kepada kelompok minoritas yang terpinggirkan. Sisi gelap ini semakin mengkhawatirkan tatkala dibenturkan dengan prinsip pluralisme yang menjadi salah satu poin penting dalam sistem demokrasi. Keduanya merupakan prinsip utama demokrasi yang saling meniadakan.

Prinsip representasi mayoritas dan pluralisme tidak dapat dihilangkan begitu saja dari sistem demokrasi. Keduanya menjadi sebab adanya kegelapan dalam demokrasi. Namun, karena keduanya pula demokrasi memberikan harapan bagi sekelompok manusia. Demokrasi merupakan suatu tuntutan zaman yang harus diemban berhubung ia sistem politik terbaik yang seyogyanya dianut. Oleh karena itu, Indonesia tetap harus melaksanakan proses demokratisasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana menyiasati agar sisi gelap demokrasi dapat diminimalisasi dengan maksimal? Masalah ini sebenarnya sudah mendapatkan solusinya sejak tanggal 18 Agustus 1945. Pada tanggal tersebut rumusan dasar negara diresmikan berupa Pancasila pada sidang pertama PPKI sehari setelah pelaksanaan proklamasi. Kelima butir komitmen bangsa yang  tercantum di dalamnya menjadi tolak ukur pelaksanaan demokrasi di Indonesia. Komitmen tersebut menjadi landasan dalam pelaksanaan sistem demokrasi Pancasila yang saat ini masih diperjuangkan perwujudannya di Indonesia.

Pada tahun ini, Indonesia sedang mengalami gegap gempita pesta demokrasi. Pesta yang dimaksudkan tak lain ialah Pemilu 2014 untuk masa jabatan 2014-2019. Di tahun ini pula Indonesia memasuki tahapan penting secara demografis, di mana jumlah penduduk produktif lebih banyak dibandingkan kelompok tidak produktif. Hal ini menjadi sangat spesial karena komposisi penduduk Indonesia sedang condong ke usia muda yang didominasi oleh penduduk berusia 45 tahun ke bawah.

Proyeksi demografi Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pada tahun 2014 angka usia produktif (15-64 tahun) mencapai sekitar 65 persen. Penduduk berusia muda ini memiliki tingkat pendidikan dan penghasilan yang cukup tinggi. Bahkan, pada satu titik, sejumlah pakar meramalkan pada 2020, angka rasio ketergantungan (Dependency Ratio) Indonesia begitu rendah karena jumlah usia produktif jauh di atas kelompok tergantung. Selisih yang tinggi ini oleh pakar ekonomi dan kependudukan  disebut sebagai “dividen demografi” atau ‘bonus demografi”. Sejarah mencatat, sejumlah negara mencapai kesejahteraan sebagai hasil dari bonus demografi yang termanfaatkan dengan baik (Matta, 2014: 71-73).

Besarnya jumlah umur produktif ini diikuti oleh beragamnya penduduk Indonesia dengan tingkat heterogenitas yang tinggi dan meluas. Keberagaman ini, menurut Fahri Hamzah, menciptakan masyarakat yang mengedepankan adanya keragaman budaya sebagai suatu hal yang niscaya. Bahkan, ia merupakan kodrat manusia dengan menekankan pada realitas budaya-budaya yang minoritas (Hamzah, 2010: 119). Implikasi yang didapatkan adalah bangsa ini memerlukan strategi khusus untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan besarnya komposisi penduduk produktif yang multikultural.

Berbicara mengenai penduduk usia produktif tentu tidak akan terlepas dari kaum muda. Setidaknya mereka yang berumur 18-45 tahun dapat disebut kaum muda. Ada empat karakteristik yang dimiliki kaum muda seperti yang disampaikan oleh tokoh pembaru Islam abad ke-20, Hasan Al Banna, yaitu: memiliki rasa keyakinan yang kuat, ikhlas dalam berjuang, semangat dalam menjalankan hidup atas dasar pemikirannya, dan siap dalam beramal serta berkorban untuk mewujudkan keinginannya (Al Banna, 2010: 128).

Keempat karakteristik kaum muda yang disebutkan di atas bertransformasi menjadi sebuah kapasitas besar yang berpotensi menjadikan kaum ini layak untuk tetap disebut sebagai pilar kebangkitan dari dahulu hingga sekarang. Dalam setiap kebangkitan, kaum muda merupakan rahasia kekuatannya. Dalam setiap pemikiran, kaum muda adalah pengibar panji-panjinya.

Oleh karena itu, pendayagunaan kapasitas potensi kaum muda dalam proses demokratisasi negara Pancasila sangatlah dibutuhkan. Apa lagi dengan keadaan kekinian, bonus demografi memberikan secercah harapan adanya peran kaum muda di dalamnya. Diperlukan pendekatan tersendiri untuk mendayagunakan kapasitas potensi mereka sebaik mungkin dalam rangka mewujudkan sistem demokrasi Pancasila di negara Indonesia.

Pendayagunaan kapasitas potensi kaum muda dalam proses demokratisasi negara Pancasila dapat dioptimalkan dengan memberdayakan keberadaan para pemuda[2]. Pemuda dalam konteks ini memasuki jenjang masa yang pertama kali dialami oleh setiap insan ketika terjadi labelisasi kaum muda pada dirinya. Para pemuda dengan begitu adalah kelompok kritis yang menjadi tolak ukur tingkat kualitas kaum muda suatu bangsa.

Pemuda adalah tumpuan kemajuan bangsa. Mereka identik dengan kata perjuangan. Mereka seperti pusaran gelombang yang bergejolak menggerakkan segala sesuatu. Mereka laksana ombak yang menerpa tembok ketidakadilan. Mereka layaknya pelangi, memberikan secercah harapan indah yang muncul menuju cahaya. Bahkan, mungkin setiap apa yang telah ada di dunia tidak terlepas dari peran serta dan kontribusi yang mereka pelopori untuk diciptakan.

Di kalangan para cendekiawan, Pemuda memiliki tiga amanah yang diharapkan menjadi tumpuan mereka dalam bergerak, yaitu sebagai agent of change, iron stock, dan agent of control. Masing-masing dari ketiga amanah tersebut menjadi sebuah tuntutan tersendiri bagi pemuda untuk dilaksanakan.

Begitulah para pemuda. Mereka dapat mengambil poin penting dalam mengaktualisasikan diri semaksimal mungkin. Seyogyanya mereka melakukan katalisasi implementasi budaya demokrasi dalam tubuh masyarakat berdasarkan asas Pancasila. Hal itu harus dilakukan karena saat ini mereka menatap suatu gelombang baru dalam sejarah Indonesia. Tahun ini, 2014, menjadi starting point kemunculan gelombang baru tersebut. Gelombang sejarah yang akan mengubah Indonesia menjadi tidak sekadar sebagai entitas kolektif-nasional. Namun, bertransformasi menjadi entitas peradaban yang diakui dunia. Oleh karenanya, seharusnya para pemuda sudah mengetahui kapasitas potensi mereka. Tinggal bagaimana mendayagunakan potensi tersebut sebaik mungkin.

Dalam rangka mewujudkan pendayagunaan kapasitas potensi pemuda, ada langkah yang sepatutnya dilaksanakan dalam rangka memberdayakan kapasitas potensi tersebut. Ketika pemberdayaan kapasitas potensi mereka dapat dioptimalkan, maka kapasitas potensi kaum muda dapat didayagunakan sebaik mungkin dalam proses demokratisasi negara ini.

Permasalahan utama yang selayaknya harus diselesaikan segera adalah mengembalikan dan mengembangkan pemahaman pemuda tentang sila pertama dasar negara, yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Ketika pemahaman ini menjadi tolak ukur setiap pemikiran yang dihasilkan akal dan pijakan dalam bertindak, maka dengan sendirinya akan tertanam dengan kuat keyakinan pemuda di dalam hatinya mengenai kebenaran mutlak dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Dampak yang akan timbul dari munculnya keyakinan yang kuat ini akan melahirkan pemikiran cemerlang berlandaskan nurani manusia yang pada dasarnya mengedepankan kebenaran. Nurani yang selalu condong akan kebenaran tentu akan menciptakan benih-benih kebaikan sehingga seseorang memiliki perilaku normatif dalam interaksi sosial kemasyarakatan. Lebih jauh lagi, keyakinan transenden yang kuat akan memberikan motivasi spiritual ketika memasuki dunia politik praktis sehingga tidak terjadi pendangkalan nilai demokrasi karena menghalalkan segala cara seperti praktek korupsi yang sampai saat ini masih menjadi permasalahan utama bangsa.

Urgensi sila pertama dalam kepribadian seorang pemuda memberikan implikasi positif dalam pemberdayaan kapasitas potensi mereka untuk didayagunakan secara maksimal dan utuh. Keyakinan seorang pemuda atas keberadaan Tuhan yang berkuasa atas segala sesuatu merupakan sikap dasar yang fundamental dan harus dimiliki. Sikap ini dijamin oleh Undang-Undang Dasar sebagai suatu manifestasi perwujudan kebebasan beragama (dan bukan kebebasan untuk tidak beragama). Bahkan, hal ini justru merupakan pelaksanaan dasar negara Pancasila. Sikap mengembalikan segala permasalahan kehidupan kepada ajaran Tuhan Yang Maha Esa adalah sikap yang konsekuen kepada nilai-nilai Pancasila. Jikalau tidak demikian, akan dibawa ke mana sila pertama Pancasila?

Almarhum Nurcholish Madjid atau populer dengan sebutan Cak Nur dalam salah satu bukunya menyebutkan urgensi sila pertama Pancasila dengan pemaparan yang apik dan mendalam. Pemahaman beliau tentang ketuhanan tidak dapat diremehkan. Apa lagi ketika masalah ketuhanan ini dibawa ke dalam ruang politik praktis dalam menjalankan negara demokrasi.

Benar sekali pendapat Pak Hatta, salah seorang penanda tangan Piagam Jakarta, yang di dalamnya untuk pertama kali secara resmi nilai-nilai yang kelak disebut Pancasila itu dirumuskan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah sila primer dan utama yang menyinari dan menjadi sumber dalam kehidupan manusia. Benarlah perumpamaan yang diberikan oleh Buya Prof. Dr. Hamka tentang Pancasila sebagai suatu bilangan 10.000 (sepuluh ribu). Di mana angka 1 (satu) merupakan perumpamaan sila pertama (Ketuhanan Yang Maha Esa) dan empat angka nol berikutnya merupakan perumpamaan empat sila selanjutnya. Sekarang hilangkan angka 1 (satu) itu, maka yang akan terjadi ialah deretan empat angka nol semata. Betapa pun panjangnya deretan angka nol itu, nilainya akan tetap juga. Demikianlah Buya Hamka. Pendeknya, Ketuhanan Yang Maha Esa itulah yang secara mutlak memberi arti bagi Pancasila dan sila apa pun dalam kehidupan manusia. Sebab, seperti dikatakan oleh Gardner, Ketuhanan Yang Maha Esa itulah yang mendasari dimensi-dimensi moral yang akan menopang setiap peradaban manusia. Lebih terpahami lagi bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa atau tauhid itulah yang menjadi sentral dari intisari agama-agama yang dibawa oleh para nabi semenjak nabi pertama sampai nabi terakhir, Muhammad SAW. Demikianlah dikatakan dalam Al Quran, Surah Al Anbiyâ (21) ayat 25 (Madjid, 1987: 216).

Lebih jauh lagi, pemahaman sila pertama Pancasila yang diyakini oleh pemuda secara universal dan komprehensif akan diiringi oleh kematangan pribadinya. Matangnya kepribadian seorang pemuda menunjukkan kapasitas potensi mereka sebagai pilar kebangkitan bangsa. Bayangkan, jika saja ada beberapa pemuda (kaum muda) yang telah matang kepribadiannya berserikat menjadi pelopor pelaksanaan demokratisasi Pancasila berlandaskan ketuhanan, tentu pelaksanaannya akan berjalan dengan mudah, tepat, dan cepat.

Pernyataan ini tidaklah berlebihan. Melihat kondisi komposisi penduduk Indonesia yang notabene diisi oleh kaum muda, seharusnya masa depan Indonesia kelak akan cerah. Seperti cerah mentari yang memberikan kehangatan dan menutupi kegelapan malam. Tentu harapan ini akan terjadi jika para pemuda sejak hari ini (baca: tahun 2014) mengupayakan diri mereka masing-masing untuk memahami dan mengembangkan keyakinan mereka mengenai sila pertama Pancasila secara baik dan mendalam.

Semua orang meyakini bahwa peran pemuda dalam pelaksanaan demokratisasi Indonesia akan mendapatkan porsi besar. Apa lagi jika dihubungkan dengan tahun 2014 ini. Terdapat keyakinan bahwa para pemuda, khususnya kepada para mahasiswa, akan mengisi pos-pos strategis dalam semua sektor institusi yang tercakup dalam sistem integritas nasional. Maka, pemberdayaan kapasitas potensi pemuda sangat dibutuhkan agar dapat didayagunakan dengan sebaik mungkin. Pemberdayaan tersebut dilakukan dengan memupuk pemahaman sila pertama Pancasila dan meyakininya dengan konsekuen.

Jika kembali mengingat dua prinsip demokrasi yang saling menjatuhkan, sepertinya permasalahan tersebut segera terselesaikan ketika kebenaran moral yang berlandaskan keyakinan akan ketuhanan menjadi motif seseorang – khususnya para pemuda yang kelak akan mengisi pos-pos strategis di semua sektor – dalam berpikir dan bertindak. Kelak nilai-nilai demokrasi yang luhur akan diaplikasikan dengan baik dan sesuai keadaban publik.

Prinsip representasi mayoritas dan pluralisme menjadi suatu hal yang tidak perlu dipermasalahkan. Karena keduanya merupakan keniscayaan yang ada dalam demokrasi. Perbedaannya terletak dari bagaimana seseorang memperlakukan kedua prinsip tersebut, apakah untuk mewujudkan kemaslahatan kolektif ataukah keegoisan pribadi? Seorang pemuda, dengan kepemimpinan moral yang dimiliki, ia akan menyeimbangkan kedua prinsip tersebut secara proporsional. Ia tidak akan menjatuhkan kelompok minoritas dengan kekuasaan suara mayoritas yang ia miliki. Begitu pun sebaliknya. Ia tidak menuntut adanya kebebasan yang keluar dari kebenaran mutlak Tuhan dengan alasan pluralisme ketika berada dalam posisi mayoritas. Manakala memiliki kekuatan mayoritas pun ia tetap memperjuangkan kemaslahatan bersama dalam koridor hukum Tuhan yang kebenarannya mutlak. Karena sejatinya kedaulatan penuh yang dimiliki oleh rakyat dalam sistem demokrasi tak lain adalah untuk merealisasikan hukum Tuhan yang sifatnya given. Namun, jangan disalahartikan bahwa hanya satu agama tertentu saja yang menjadi superior, sedangkan agama-agama yang lain disisihkan. Sila pertama Pancasila tidak dimaknai seperti itu. Itu merupakan pemaknaan yang dangkal.

Frase “hukum Tuhan” dimaksudkan untuk mempertegas bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta ini merupakan ciptaan Tuhan. Maka pergerakan kehidupan dari semenjak ia dicipta hingga nantinya dimusnahkan merupakan gerak Tuhan atas kekuasaan makhluk-makhluknya. Sudah sepatutnya sebagai makhluk paling sempurna karena kepemilikan akal untuk menjalankan hukum Tuhan dalam seluruh gerak kehidupan.

Lebih jauh dari itu, kepedulian Pancasila lebih tertuju pada moralitas publik, bukan kepada keyakinan pribadi. Oleh karena itu, dalam kerangka ketuhanan menurut Pancasila, setiap orang diperkenankan secara pribadi untuk tidak memeluk agama formal (sebagai agnostik atau bahkan ateis). Bahkan, ditegaskan kembali dalam UUD 1945 pasal 29 ayat 2. Namun, dalam kehidupan publiknya harus tetap menghormati nilai-nilai ketuhanan-keagamaan seperti dikehendaki Pancasila berdasarkan hasil kesepakatan konstitusional sehingga tidak diperkenankan menyebarkan propaganda untuk menolak atau membenci agama (Latif, 2011: 112)[3].

Pada dasarnya semua agama menghendaki hukum Tuhan untuk diimplementasikan dalam sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Hal ini menjadi suatu keniscayaan yang mutlak karena tidak ada satu agama pun yang menghendaki adanya kehancuran bagi umatnya. Sebaliknya, setiap agama memiliki syariat yang bertujuan untuk menciptakan kemaslahatan bagi manusia. Inilah peranan Pancasila dirumuskan oleh generasi awal bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Ia dirumuskan dalam rangka mengambil jalan tengah antara ideologi sekularisme dan komunisme. Ia juga tidak dimaksudkan untuk melegitimasi adanya negara “agama”. Ia  tidak menghendaki adanya negara sekuler, komunis, maupun agama. Namun, ia ada karena menjadi solusi bagi kemajemukan bangsa ini. Ia menjunjung tinggi kemanusiaan yang adil dan beradab serta persatuan nasional. Ia menjadi landasan bagi terciptanya undang-undang hasil sistem demokrasi melalui permusyawaratan rakyat. Semua itu ditujukan untuk kemaslahatan bangsa dalam menciptakan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sungguh, beranjak dari pernyataan di atas, seyogyanya para pemuda dapat memahami semua aspek nilai Pancasila. Baik dari segi nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praksis. Ketika pemahaman ini sudah diyakini dengan utuh oleh seorang pemuda, maka ia tentu akan memanfaatkan prinsip representasi mayoritas dalam memperjuangkan kemaslahatan kolektif bangsa dengan tetap meyakini kebebasan individu. Ia berjuang atas nama demokrasi Pancasila dan dalam koridor multikulturalisme yang inklusif dan toleran serta kebenaran mutlak Tuhan.

Terjawab sudah permasalahan utama yang dialami oleh para pemuda. Kepemimpinan yang dimotori oleh pemuda dengan hubungan transenden yang kuat, tentu akan mengubah percaturan politik demokrasi nasional kelak menjadi sebuah cetak biru sepenggal firdaus. Teodemokrasi – istilah yang digunakan Sartono Kartodirdjo dan Kuntowijoyo – yang pancasilais menjadi sistem politik negara, nilai-nilai demokrasi meningkat derajatnya, dan sistem integritas nasional antar semua institusi dari semua sektor terjalin dengan kuat. Itulah sekian contoh yang kelak akan didapat oleh bangsa ini manakala kaum muda mendayagunakan kapasitas potensi mereka akan nilai sila pertama Pancasila dengan utuh.

“Wahai para pemuda! Jika Indonesia jatuh, maka itu tak berarti apa-apa bagian kalian. Disebabkan keberadaan kalianlah semua kegagalan dapat diputarbalikkan menjadi peradaban yang menghegemoni dunia. Maka, konsolidasikan diri kalian sebaik mungkin dalam menyongsong babak baru gelombang sejarah bangsa Indonesia. Pahami dengan utuh dan mendalam komitmen utama bangsa yang dirumuskan dalam Pancasila oleh generasi awal, khususnya keyakinan kalian pada Tuhan Yang Maha Esa. Sungguh, kalian berada dalam fase awal generasi kaum muda yang ditunggu peranannya dalam kebangkitan bangsa. Jadilah seorang negarawan besar yang mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemuda saat ini, kelak menjadi negarawan sempurna untuk bangsa.”

Kepustakaan

Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. Surakarta: Era Adicitra Intermedia, 2010.

Hamzah, Fahri. Negara, Pasar dan Rakyat: Pencarian Makna, Relevansi dan Tujuan. Jakarta: Yayasan Faham Indonesia, 2010.

____________. Demokrasi Transisi Korupsi: Orkestra Pemberantasan Korupsi 

Latif, Yudi. Negara Paripurna: Historisitas, Rasionalitas, dan Aktualitas Pancasila. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2011.

Madjid, Nurcholish. Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan. Bandung: Mizan, 1984.

Matta, Anis. Menikmati Demokrasi. Bandung: Fitrah Rabbani, 2010.

_________. Gelombang Ketiga Indonesia. Jakarta: The Future Institute, 2014.

Catatan Kaki:

[1] Menurut Polybios (200-118 SM), sistem politik sebuah negara akan mengalami siklus secara periodik. Hal ini disebabkan tidak ada sistem politik yang sempurna di setiap zaman. Ketika sebuah sistem politik sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan sebuah negara, maka akan digantikan dengan sistem politik yang lain. Periodisasi sistem politik ini terus berputar dari monarki, tirani, aristokrasi, oligarki, demokrasi, dan okhlorasi. Namun, menurut hemat penulis, demokrasi merupakan sistem terbaik untuk diimplementasikan hingga saat ini.

[2] Istilah pemuda dalam tulisan ini berbeda konteks cara pandang dengan frase “kaum muda”. Seorang pemuda berarti ia telah mendapatkan label seorang newbie sebagai kalangan kaum muda. Mendayagunakan kapasitas potensi kaum muda dapat dilakukan dengan memberdayakannya ketika masih berada dalam fase pemuda.

[3] Walaupun demikian, pendapat Yudi Latif mengenai setiap individu berkewarganegaraan Indonesia berhak untuk menyandang status sebagai seorang ateis – dengan tetap menjaga nilai ketuhanan dan keagamaan – menurut hemat penulis tidak relevan dengan makna sila pertama Pancasila. Makna ‘Ketuhanan Yang Maha Esa’ dimaksudkan bahwa setiap warga negara berhak untuk memeluk agama apa pun. Namun, tidak membenarkan adanya penganut ateisme. Bahkan, sila pertama ini ditegaskan kembali muatan kontennya dalam pasal 29 (2) UUD 1945.

Sabtu, 24 November 2012

Menelisik Kehidupan Seorang Ahmad Wali Radhi [November, 2012]]




Dalam indahnya langit kemerahan menjelang senja ini, mari kita mulai berbicara tentang perjuangan hidup seorang pemuda pewaris negeri madani. Tak lain ia merupakan salah satu lelaki yang memiliki semangat juang tinggi untuk menghadapi tahapan demi tahapan tantangan hidup. Pernahkah engkau mengenalnya? Jika tidak, sekarang engkau akan mengenal jauh lebih dalam tentang sosok pemuda yang satu ini.

Sri kusnaeni. Itulah nama seorang ibu yang mulia dari lelaki yang akan dibicarakan. Sudah lama ibunya mengharapkan untuk bisa menggendong seorang anak. Benar saja, itu dikarenakan ibunya sudah mengalami dua kali keguguran sebelumnya. Dan pada saat ini, engkau akan mengetahui bahwasanya ibu itu telah mengandung seorang janin yang kelak menjadi pemimpin besar nantinya. Dialah Ahmad Wali Radhi. Pemuda yang sekarang sedang kita bicarakan kepribadiaannya.

Menurut penuturan pemuda ini, ia sama sekali tidak mengetahui dengan pasti kapan ia lahir ke dunia. Mengapa? Karena tidak akan mungkin seorang bayi yang baru lahir bisa menanyakan hari dan tanggal berapakah saat ia baru keluar dari rahim seorang ibu. Engkau pun pasti akan menyetujui akan hal ini. Tapi pada akhirnya ia pun mengetahui kapan pertama kali ia menangis berdasarkan penuturan kedua orang tuanya. Bertepatan dengan tanggal 8 Maret 1996 atau 19 Syawwal 1416. Hari Perempuan Internasional. Apa pendapatmu?

Masa-masa kecilnya dilalui dengan kebahagian yang tertutupi kepolosan seorang anak kecil. Ia selalu belajar tentang kehidupan yang hakiki. Tentunya tetap berperilaku seperti anak kecil lainnya. Ia bermain untuk memahami segala sesuatu. Oleh karena kecerdasan itu, ia sangat disenangi oleh teman-teman sepermainannya. Teman-temannya selalu menunggu kedatangan Ahmad Kecil yang cerdas nan gempal pulang dari sekolah. Ketika Ahmad kecil pulang dari sekolah , teman-temannya pasti selalu berteriak, “Ahmad pulang! Ahmad pulang!” Walaupun senantiasa mendapatkan kecerian dan kebahagian itu, ia harus rela meninggalkannnya semua setelah   5 tahun mendiami kota Medan, Sumatera Utara.

Mungkin engkau bertanya tentang kepindahannya. Itu dikarenakan hanya untuk mengikuti jejak kedua orangtuanya yang hidup nomaden. Tapi itu tak menjadi masalah baginya. Karena dimana pun ia berada, ia harus bisa selalu tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik.

Masa anak-anak pemuda itu kemudian dilalui di Kota Jakarta. Sempat ada kebingungan di hatinya. Kenapa ia tidak melanjutkan sekolah di SD. Padahal ia sudah 2 tahun bersekolah dan lulus dari TKIT Al-Fauzi, Medan. Dan ternyata ia pun mengetahuinya. Ia belum cukup umur minimal untuk memasuki jenjang pendidikan sekolah dasar. Dengan berat hati dan sedikit terpaksa ia pun mengulang 1 tahun di taman kanak-kanak TKIT At-Taufiq, Jakarta.

Pembelajaran kehidupan di Kota Polusi memberikan ia pemahaman hidup lebih. Salah satunya adalah kemandirian. Seringkali ia ditinggal dengan ketiga adiknya oleh Ummi dan Abi. Kadangkala ia kesal ketika adiknya yang paling kecil menangis. Ia harus bertanggung jawab terhadap keceriaan adik-adiknya. Ditambah dengan berangkat dan pulang sekolah sendirian. Hanya diantar dan dijemput oleh seorang tukang ojek yang wajahnya itu-itu saja. Apalagi setiap sore ia harus berjalan sendirian menyusuri kebun-kebun untuk mengaji. Semua itu adalah tempaan untuk mendapatkan kepribadian yang unggul. Lakukan saja semua tantangan di depanmu sesulit apapun yang engkau pikirkan. Kesulitan akan datang jika kita tidak menyikapi dengan tenang dan penuh keikhlasan. Karena pada akhirnya engkau akan mendapatkan hasil yang memuaskan.

Sifat nomaden keluarga kembali berlanjut setahun kemudian. Membuat ia harus pindah untuk kedua kalinya ke  kota hujan berjuta angkot. Tak lain dan bukan adalah Kota Bogor. Di kota itu pun ia dapat melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ia masuk ke SDIT Ummul Quro Bogor. Bersama teman-teman baru, ia melewati hari demi hari dengan menyenangkan. Asal engkau ketahui, ia cenderung memiliki sifat kalem dibanding teman-temannya. Kalem disini bukan dalam artian pasif tak bisa melakukan apapun. Tapi lebih mengena untuk sedikit berbicara. Ia memiliki kebiasaan mengamati lingkungan sekitar. Karena itulah ia berbicara seperlunya saja manakala ada suatu hal yang ia rasa berbeda dan jauh dari kebenaran yang ia pahami.

Pada masa 6 tahun di SDIT itu, banyak hikmah yang tak terhitung dalam rentang  waktu tersebut. Mulai dari persahabatan, kenakalan, loyalitas, kompetisi sampai perasaan senang pada salah seorang siswi putri.  Mungkin ada baiknya engkau mengetahui lebih luas tentangnya  selama 6 tahun di sekolah dasar dengan secara langsung bertanya kepadanya. Karena hanya sedikit yang dapat diceritakan saat ini.

Pernah suatu ketika ia mendapatkan informasi tentang Musabaqoh Hifzhil Qur’an tingkat Nasional. Saat itu sekolah mengadakan penyeleksian untuk menjaring 4 siswa yang akan diikutsertakan dalam perlombaan tersebut. Sekedar mencoba-coba saja dan mengikuti teman-teman lain ia pun ikut seleksi lomba tersebut. Tak disangka ia terpilih menjadi salah satu peserta yang akan mengikuti MHQ Nasional yang diadakan di Semarang, Jawa Timur. Awalnya ia bingung kenapa ia bisa terpilih? Itulah rahmat dan kasih sayang Allah terhadapnya.

Hari-hari pun dilaluinya menunggu kedatangan waktu perlombaan berlangsung. Dalam rentang waktu tersebut ia dikarantinakan untuk benar-benar siap menghadapi saingan dari seluruh perwakilan penjuru Indonesia. Dan ia optimis dapat menjadi yang terbaik. Tapi, Allah berkehendak lain. Dari ratusan peserta yang mengikuti lomba itu, ia berada di posisi 132. Kalah jauh dibanding peserta lain. Dari hasil tersebut, ia menerima pelajaran berharga bahwasanya setiap keinginan harus diikuti denga usaha yang baik pula. Mungkin ia sudah berkeinginan kuat. Tapi ikhtiar yang dilakukan kurang optimal. Sehingga Allah hanya memberikan hasil yang sesuai dengan usaha yang dilakukan.

Dari hal tersebut, secara langsung ia memiliki sebuah pengharapan besar dalam berkompetisi. Setiap ada kesempatan datang, ia mencoba untuk bisa optimal berusaha mendapatkan yang diinginkannya. Dan Alhamdulillah akhirnya Allah SWT memberikan reward kepadanya, ia menjadi Juara 3 Lomba Penulisan Esai tingkat Kabupaten Kota Bogor. Itulah salah satu kenangan indah yang ia dapatkan di sekolah dasar. Dan selanjutnya ia harus rela kembali meninggalkan teman-temannya. Ditambah keluarga yang sangat ia cintai. Ia harus menempa diri di pondok pesantren.

Pondok pesantren. Mungkin dua kata tersebut dijadikan momok oleh sebagian besar remaja. Tapi ini tidak berlaku bagi dirinya. Sudah sejak kecil ia menginginkan mondok. Ia ingin belajar mandiri dalam segala hal. Dan ia pun juga ingin memahami  Islam lebih dalam. Allah pun memudahkan jalannya berjihad menuntut ilmu di pondok pesantren.

Ma’had Husnul Khotimah. Itulah nama pondok pesantren yang ia masuki. Masa 3 tahun menuntut ilmu disana memberikan banyak sekali pemahaman yang ia dapatkan. Menumbuhkan karakter kepribadian muslim yang baik, keseharian yang terorganisir dengan baik, pendalaman tentang pemahaman Islam yang menyeluruh, melatif sifat kepemimipinan yang professional, sampai hal yang paling urgen dalam kehidupan pondok. Yaitu memahami hakikat sebenarnya nan hakiki dari Ukhuwah Islamiyah dan kekeluargaan dalam bingkai persahabatan. 

Menjadikan diri hidup di pondok sebagai pilihan, membuat sifat kepemimpinan tumbuh dan berkembang dalam dirinya. Seringkali ia dipercaya untuk mengemban tugas memimpin banyak perkumpulan organisasi dari yang terkecil hingga yang besar. Seperti ketua kamar, ketua kelas, ketua angkatan hingga beberapa kali menjadi penanggung jawab acara-acara besar. Itu semua tidak terlepas dari teman-temannya yang secara tidak langsung melatih dirinya untuk memiliki indikator-indikator sifat kepemimpinan yang baik. Hingga saat ini pun ia masih selalu merindukan dan berhubungan jarak jauh dengan teman-teman pondoknya itu di Ma’had Husnul Khotimah.

Ada kesyukuran dan kebahagian tersendiri yang ia rasakan. Dengan keinginan yang kuat dan usaha yang keras, ia bisa menjadi siswa unggul dalam hal akademik. Pernah ia menjadi Juara Umum Paralel se-Ma’had 3 tahun berturut-turut. Bukan hanya paralel angkatannya saja. Tapi mendapatkan hasil pembelajaran tertinggi dari 3 angkatan yang jumlahnya sekitar 1000 santriwan-santriwati. Ia pun sering mengikuti dan menjuarai perlombaan MIPA diluar pondok, khususnya biologi. Dan pada akhirnya ia memutuskan untuk melanjutkan studi di MAN Insan Cendekia Serpong untuk mendapatkan tantangan baru yang jauh lebih tinggi kompetisinya. Teman-temanya dari pondok menangis dan tersenyum bahagia. Menangis karena akan kehilangan dirinya. Dan tersenyum karena bisa berkesempatan hidup bersama-sama dengan dirinya. Inilah tanda dan bukti yang jelas bahwa ia selalu diharapkan keberadaanya oleh khalayak. Itulah seyogyanya yang perlu dievaluasi dari setiap kepribadian setiap insan di dunia dalam bermuamalah.

Sampai saat ini dan selamanya Ma’had Husnul Khotimah menjadi tempat bersejarah bagi dirinya. Ma’had tersebut telah benar-benar mendidiknya dalam ruang lingkup Tarbiyah Islamiyah yang menyeluruh terhadap kepribadiannya. Disana ia mengenal Tarbiyah Islamiyah yang begitu kental. Memahami hakikat seorang muslim hidup di dunia ini dengan sebaik-baiknya. Selain itu, disana adalah tempat tonggak utama awal impian besar dirinya. Impian besar untuk bisa menjadi seorang Hafizh Al Quran. Dan benar saja. Lulus dari ma’had tersebut ia berhasil menyelesaikan hafalan Al Quran 13 juz. Dan ia bertekad sebelum kuliah nanti ia bisa menyelesaikan 30 juz. Harapannya membuka kesempatan lebih besar untuk mendapatkan seorang pendamping hidup yang juga Hafizhah.

Begitulah sekilas tentang 16 tahun kebelakang  kehidupannya. Saat ini ia menjadi salah seorang siswa MAN Insan Cendekia Serpong. Harapannya, ia menginginkan mendapatkan kembali apa-apa yang sebelumnya ia inginkan dan membawa perubahan baru yang bermanfaat bagi Insan Cendekia dalam kebaikan yang berkesinambungan. Ia harus terus bergerak untuk menjadi teladan yang sesungguhnya bagi teman-teman seperjuangannya. Khususnya menjadi lokomotif untuk mengantar kesuksesan ke-5 adik-adiknya.  

Pembuktian tersebut akhirnya sedikit demi sedikit terealisasikan. Hampir dua tahun ia menginjakkan kaki di MAN Insan Cendekia Serpong. Banyak hal yang telah ia lewati dan dapatkan. Beberapa kali ia mengikuti perlombaan. Baik dalam bidang akademik maupun non-akademik. Dalam bidang akademik Allah SWT masih memperkenankan dirinya untuk tetap bergelut di bidang studi biologi. Dan segala puji bagi-Nya, ia berhasil meraih banyak prestasi yang membanggakan MAN Insan Cendekia Serpong. Prestasi paling bergengsi yang ia dapatkan sampai saat ini adalah mendapatkan medali perak Kompetisi Sains Madrasah di Bandung bulan Juli 2012. Semoga hal tersebut menjadi  batu loncatan bagi dirinya untuk mendapatkan prestasi di ajang yang yang lebih bergengsi, yaitu Olimpiade Sains Nasional. Bahkan dapat mencapai International Biology Olympiad.

Dalam bidang non-akademik beberapa kali ia meraih penghargaan. Salah satunya adalah Juara 1 Lomba Esai Festival Ilmuwan Muslim Tingkat Nasional Bulan Oktober 2012. Selain itu ia juga turut berpartisipasi dalam Parlemen Remaja 2012 yang memberikannya banyak pengalaman dan membuka wacananya lebih luas tentang realita kehidupan.

Dalam hal keorganisasian, ia memiliki peran yang sangat aktif sejak berada di pondok pesantren. Mulai dari menjadi Pioneer, Steering Committee, Organizing Committee, Formatur Team, Supervisor hingga anggota ataupun koordinator di berbagai organisasi. Sudah sejak di pondok ia telah menjadi anggota Forum Lingkar Pena, Ketua Angkatan resmi selama 2 tahun, dan panitia di berbagai acara-acara besar. Di Insan Cendekia ia menjadi pioneer pembentukan Forum Limgkar Pena ranting Insan Cendekia. Sehingga menjadikan dirinya ketua umum angkatan ke-1 FLP Insan Cendekia. Selain itu ia pernah menjadi anggota dan sekarang menjadi koordinator Divisi Iman dan Taqwa OSIS. Dalam organisasi yang berhubungan dengan masyarakat luar, ia menjadi ketua 1 atau koordinator umum wilayah Sumatera, Jawa, dan Kalimantan Forum Parlemen Remaja Indonesia. Sampai saat ini pun ia menjadi anggota di Kesatuan Aksi Remaja Islam Bogor. Dalam hal kepanitian suatu acara di Insan Cendekia, ia sudah melalang buana mendapatkan banyak pengalaman di semua seksi yang ada. Maka tak heran ia bisa dikatakan memiliki frekuensi tinggi mengenai keorganisasian. Ia masih memiliki banyak proyek berhubungan dengan keorganisasian yang sampai saat ini belum terealisasikan.

Bermain sepak bola adalah hobinya. Baginya, membaca dan menulis adalah suatu kebutuhan. Sehingga ia tidak memasukkan keduanya  menjadi salah satu hobi. Bermula ketika kedua orangtuanya melihat coretan-coretan tulisannya dan kemudian memujinya. Maka sejak saat itu ia terus membaca dan melahap semua buku yang bisa ia dapatkan. Serta selalu aktif menulis. Terbukti dengan menjadi salah satu kontributor tetap di situs dakwatuna sejak kelas 8. Ia memiliki impian besar untuk dapat menjadi penulis produktif. Untuk mencerahkan masyarakat.

 Untuk mengetahui lebih detail lagi informasi tentangnya, dipersilahkan menemuinya secara langsung dengan wajah yang tersenyum ceria. Karena ia menyukai orang-orang yang murah senyum dan bersahabat tanpa ada bahasa kotor yang dikeluarkan. Itulah sekelumit kisah tentang kehidupannya. Semoga dengan begitu engkau dapat berani untuk menjumpainya dalam dekapan ukhuwah.

Kamis, 08 November 2012

Menumbuhkan Semangat Reformasi dalam Upaya Peningkatan Fungsi Legislasi DPR sebagai Wujud Demokratisasi di Indonesia


Kini sudah hampir 15 tahun berlalu Indonesia melewati masa-masa perbaikan sejak reformasi tahun 1998. Sedikit banyak terlihat perkembangan Indonesia dalam pemulihan pemerintahan di berbagai sektor. Tak bisa dipungkiri walaupun belum menunjukkan perbaikan secara meluas, pemerintah telah memberikan indikasi bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara maju dalam 15 tahun mendatang. Khususnya dalam konsolidasi perbaikan politik pemerintahan yang demokratis. Terbukti dengan berjalan lancarnya proses pemilihan umum yang sudah dilaksanakan hingga tiga kali sejak reformasi terjadi.

    Berbicara mengenai undang-undang yang mengatur segala sektor kehidupan takkan terlepas dari fungsi legislasi yang diemban oleh Dewan Perwakilan Rakyat. DPR dengan ketiga fungsi yang dimilikinya, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan menjadi salah satu lembaga negara yang secara independen berkuasa untuk bergerak dalam pemerintahan. Namun, tetap tidak mengindahkan prinsip check and balance diantara 2 lembaga berkuasa lainnya, eksekutif dan yudikatif.

    DPR sebagai lembaga yang bergerak atas dasar representasi rakyat sepatutnya menjadi tumpuan utama dalam pengembangan demokrasi di Indonesia. Mengapa? Sejak terpilihnya anggota DPR di pemilihan umum melalui daerah pemilihan (dapil) yang telah ditentukan menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia telah menyadari esensi dari demokrasi itu sendiri. Rakyat Indonesia telah sadar dan melek akan politik dengan segala intrik-intriknya. Oleh karenanya sangat diperlukan sistem yang mengatur segala hak dan wewenang anggota DPR untuk mengoptimalkan fungsi pelaksanaan lembaga representasi rakyat tersebut.

    Konstitusi UUD 1945 yang telah dilakukan amandemen sebanyak empat kali menjadi kekuatan utama bagi DPR dan seluruh anggota didalamnya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan politik terkait pembuatan undang-undang, pembahasan dan pengesahan anggaran negara, serta pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan penggunaan anggaran yang sesuai dengan aturan hukum yang ada. Serta tidak menyeleweng sama sekali dari undang-undang yang berlaku. Dari ketiga fungsi yang dimiliki oleh DPR, tentunya akan sangat bijak jika pembahasan tidak terlalu meluas. Agar nantinya ditemukan maksud dari inti pembicaraan yang sedang dilakukan.

    Sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia tentunya sangatlah beragam. Dari keterlibatan agama hingga intrik-intrik politik yang mencerminkan pergerakan masing-masing individu. Hal ini takkan pernah bisa dinafikan karena pada dasarnya pelaksanaan demokrasi di setiap negara pastilah melalui manuver-manuver politik yang jika publik mengetahui secara luas maka perkembangan demokrasi di negara tersebut akan cenderung tidak meningkat. Sehingga muncul pernyataan bahwasanya setiap individu ataupun lembaga yang  bergerak didalam  roda pemerintahan berhak melakukan kebijakan politik yang sifatnya terbuka maupun tertutup dengan tetap memperhatikan prosedur hukum yang berlaku.

    Beranjak dari pernyataan diatas, sudah sepatutnya wakil-wakil rakyat didalam keanggotaan DPR memperjuangkan sebaik mungkin kepentigan  rakyat Indonesia secara luas dengan kesanggupan dan wewenang yang dimiliki oleh masing-masing individu. Karena jika kembali menelisik asal usul keterpilihan anggota DPR, maka akan terbesit didalam benak setiap orang bahwa mereka mengemban amanah besar untuk melaksanakan perubahan nyata bagi kepentingan rakyat. Ini adalah sebagai wujud pelaksanaan demokrasi yang dituntut setiap warga negara dengan hak suara yang mereka gunakan.

    Dalam melaksanakan dan mengoptimalkan ketiga fungsi yang dimiliki oleh DPR, maka terdapat undang-undang yang mengatur strukturalisasi dalam internal DPR. Selanjutnya disebut sebagai alat kelengkapan yang harus dimiliki oleh DPR. Salah satu alat kelengkapan tersebut adalah komisi.

    Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi. Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang. Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas yang beragam. Kesebelas komisi tersebut bergerak sesuai bidang yang digelutinya*.

    Dari statement diatas dapat disimpulkan bahwasanya komisi merupakan unsur penting sebagai alat pelengkap yang dimiliki oleh DPR. Anggota-anggota tiap komisi berasal dari fraksi yang berbeda-beda dengan adanya perimbangan dan pemerataan dari jumlah anggota tiap-tiap fraksi dan setiap pengisian tempat keanggotaan didasarkan latar belakang keilmuan seseorang atau penguasaan terhadap sesuatu terkait substansi yang ada didalam komisi tertentu.

    Hal ini menunjukkan bahwasanya sudah ada perbedaan mendasar dari segi keanggotaan tiap-tiap komisi yanga ada di DPR. Untuk itu jika dikaitkan dengan masyarakat Indonesia yang sangat beragam dan mulai mewujudkan civil society yang kuat didalamnya, maka akan menimbulkan banyak sekali perbedaan pandangan maupun  pendapat di kalangan anggota setiap komisi yang membahas hal-hal tertentu khususya terkait pembahasan RUU yang diajukan oleh DPR sendiri, maupun diajukan oleh presiden ataupun DPD.

    Terkait permasalahan perbedaan pandangan dan pendapat, ini merupakan suatu keniscayaan yang dimiliki oleh setiap individu bergantung atas dasar latar belakang hidup dan bidang keilmuan yang  digeluti. Karena pada dasarnya setiap individu atau/dan fraksi dalam keanggotaan DPR memiliki kecendurungan masing-masing. Untuk itulah seringkali banyaknya RUU masuk program legislasi nasional, yang seharusnya dapat dibahas, hanya segelintir yang dapat diratifikasi oleh DPR.

    Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akbar Tanjung mempunyai catatan khusus mengenai kinerja DPR periode 2009-2014. Akbar menilai dua fungsi Dewan, yakni dalam legislasi atau pembentukan undang-undang dan penyusunan anggaran perlu diperbaiki. Dari segi kuantitas, Akbar mengkritik jumlah UU yang dihasilkan masih jauh dari harapan. Di tahun 2012, hanya 12 rancangan undang-undang yang disahkan Dewan dari 64 RUU yang masuk program legislasi nasional tahun 2012. Sebanyak 8 dari 12 UU itu diantaranya merupakan UU kumulatif terbuka. Dari segi kualitas, Akbar menilai seharusnya jangan sampai setiap UU yang disahkan DPR dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan Judicial Review*.

    Menanggapi hal ini seyogyanya anggota DPR, tidak memperhatikan kelompok tertentu, dapat memanfaatkan perbedaan pandangan dan pendapat yang terjadi untuk mengoptimalkan dan meningkatkan fungsi legislasi yang dimiliki oleh lembaga perwakilan rakyat tersebut. Untuk apa memanfaatkan perbedaan pandangan dan pendapat tersebut? Tentunya sebagai wujud demokratisasi negara Indonesia ini. Indonesia sepantasnya menjadi central figure dalam hal pelaksanaan demokrasi di Asia Tenggara seperti halnya negara Turki yang telah menjadi central figure di kawasan Timur Tengah.

    Lalu bagaimanakah caranya untuk memanfaatkan perbedaan pandangan dan pendapat yag terjadi? Apakah ada solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini? Jika bersama-sama kembali memperhatikan sepak terjang pergulatan politik di Indonesia pascareformasi tentu tidak pernah terlepas dari benak pikiran setiap rakyat Indonesia bahwa sangat diperlukan upaya perbaikan di segala sektor pemerintahan setelah Bapak Soeharto telah demisioner dari jabatannya sebagai presiden RI. Polemik Mei 1998 menjadi ‘hantu bergentayangan’ dalam benak setiap warga negara Indonesia. Rakyat saat ini tidak menginginkan dampak-dampak negatif terjadi kembali. Tetapi rakyat memerlukan perbaikan yang meluas di segala sektor pemerintahan. Karena pada dasarnya makna reformasi secara bahasa adalah pembentukan kembali apa yang telah dirumuskan sebagai upaya perbaikan..

    Oleh karenanya, dalam upaya peningkatan fungsi legislasi yang diemban oleh DPR, baik secara kuantitas maupun kualitas, diperlukan suatu pemecut untuk melakukan konsolidasi kembali dalam ruang lingkup perbaikan. Pemecutnya adalah menumbuhkan kembali semangat reformasi pada seluruh fraksi maupun anggota DPR yang tergabung didalamnya dengan berlatar belakang politik yang sama. Dengan kembali menumbuhkan semangat reformasi, maka kesebelas komisi yang ada pada DPR periode 2009-2014 dengan ruang lingkup tugas yang beragam dapat berjalan dengan baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pembahasan RUU yang selama ini tidak efektif dan efisien dapat ditanggulangi secara solutif dan terintegrasi dari beragamnya pendapat dan pandangan dengan satu niat yang sama, yaitu semangat reformasi.

    Bukankah benar demikian? Lihatlah realitas yang ada. Pada dasarnya semua fraksi yang ada dalam keanggotaan DPR merupakan representasi rakyat untuk melaksanakan tujuan yang sama. Yaitu perbaikan secara meluas di berbagai sektor pemerintahan. Ketika kesembilan fraksi yang ada dalam DPR, baik F-PD, F-PG, F-PDIP, F-PKS, F-PAN, F-PPP, F-PKB, F-Gerindra, dan F-Hanura secara bersama melakukan konsolidasi kembali terkait adanya perbedaan pandangan dan pendapat, maka akan tercipta keharmonisan dalam setiap komisi yang ada di DPR ketika membahas tentang RUU yang telah masuk program legislasi nasional.

    Untuk itu, setiap anggota DPR dari fraksi yang berbeda dipandang perlu menyamakan tujuan dalam fungsi legislasi DPR. Karena tidak akan mungkin menafikan adanya perbedaan pandangan dan pendapat. Yaitu dengan menumbuhkan kembali semangat reformasi dalam jati diri anggota DPR sebagai perwakilan rakyat.

    Akhir kata, ketika semangat reformasi di kalangan anggota DPR dikembalikan ke jalannya yang benar dalam upaya peningkatan fungsi legislasi DPR, niscaya wujud demokratisasi kehidupan bernegara di Indonesia akan terealisasikan dengan baik sesuai dengan kepentingan rakyat. Karena DPR merupakan lembaga representatif bagi rakyat untuk melakukan perbaikan secara luas.

* Ensiklopedi Bebas Wikipedia Bahasa Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat, 
   (Diakses tanggal 14 Oktober 2012)
* Waspada Online, Fungsi DPR Perlu Diperbaiki,   
  diperbaiki&catid=17:politik&Itemid=30
    (Diakses tanggal 14 Oktober 2012)

Eksistensi Pergerakan Dakwah Mahasiswa dalam Perspektif Al Quran*

“Apa pun,siapa pun,kapan pun, dimana pun, bagaimana pun, aku tetap orang yang berpegang teguh terhadap idealisme yang kuyakini. Karena sejatinya seorang realistis hanya dapat bergerak dalam kehidupan dengan idealisme yang ia miliki dan yakini.”

Beranjak dari kalimat diatas, seyogyanya setiap insan di dunia ini dapat memahami dengan baik perihal makna kehidupan hakiki yang diberikan oleh Allah SWT. Lebih jauh lagi mengenai kebermaknaan hidup itu sendiri. Ketika makna ditemukan, maka akan bahagia seseorang menjalani hidupnya. Sesungguhnya Allah SWT telah menegaskan bahwasanya hanya agama Islam sajalah yang pada akhirnya akan diterima oleh-Nya.

“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran : 85)

Pascareformasi tahun 1998 terlihat dengan jelas kebebasan organisasi pergerakan dakwah , khususnya pergerakan dakwah mahasiswa yang sampai saat ini masih menunjukkan eksistensinya. Sebut saja Pelajar Islam Indonesia (PII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Lembaga Dakwah Kampus (LDK), dan masih banyak pergerakan dakwah lain yang tak dapat disebutkan satu per satu. Pergerakan-pergerakan dakwah  tersebut menjadi sebuah pijakan dalam upaya membentuk peradaban baru yang dilandaskan Al Quran dan As-Sunnah. Tak pelak, semua pergerakan dakwah mahasiswa di Indonesia yang telah terbentuk hingga saat ini adalah sebuah kontribusi nyata dalam menunaikan amanah Allah SWT kepada umat-Nya untuk menjadi da’i dalam kondisi apa pun, antum du’aat qobla kulli syai’in. Sebelum segala sesuatu kalian semua adalah para da’i.

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali ‘Imran : 104)

Dan dua ayat ini pun menjadi penegas ayat sebelumnya.

 “Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali ‘Imran : 110)

  “Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”(Al Baqarah : 143)

 Berbicara mengenai pergerakan kebangkitan Islam, takkan terlepas dari tokoh-tokoh yang menjadi pelopor sekaligus promotor pembaruan pergerakan kebangkitan Islam itu sendiri. Saat ini pergerakan dakwah mahasiswa di Indonesia sedikit banyak cenderung mengadopsi pergerakan Ikhwanul Muslimin yang digagas oleh Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna, lebih tepatnya terinspirasi oleh pergerakan beliau. 

Mengambil istilah dari Fazlur Rahman, ia mengemukakan bahwa pergerakan Ikhwanul Muslimin yang digagas oleh Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna adalah pergerakan yang lebih menekankan pemikiran Islam secara total sebagai sistem hidup yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat atau biasa disebut kelompok ‘fundamentalisme Islam’. Selanjutnya pada tataran periodesasi pembaruan pergerakan kebangkitan Islam, para fundamentalis ini oleh Fazlur Rahman dimasukkan kedalam pemikiran neorevivalisme. Seiring dengan perjalanan pergerakan kebangkitan Islam, tidak lama sejak bermekarannya pemikiran neorevivalisme, muncul kembali pemikiran baru yang mewarisi pemikiran fundamentalisme sekaligus mengoreksinya. Inilah yang disebut neofundamentalisme Islam. Mereka dapat beradaptasi terhadap kemodernan, tetapi tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam yang dianggap universal dan akan senantiasa mampu menjawab tantangan zaman*.

Di kalangan para cendekiawan, pemuda memiliki 3 amanah yang diharapkan menjadi tumpuan mereka dalam bergerak, yaitu social control, iron stock, dan agent of change. Ketiga amanah tersebut menjadi sebuah tumpuan yang tak dapat terelakkan kembali untuk dipertanggungjawabkan kepada para pemuda. Tetapi, kadangkala timbul pertanyaan yang membuat rasa kepenasaran semakin membuncah di antara segelintir orang yang belum memahami, ”Mengapa harus para pemuda?”

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sungguh, kalau saja kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al Kahfi : 13-14)

Dalam ‘Majmu’ah Ar-Rasail’ karya Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna, beliau mengemukakan setidaknya ada empat karakter yang senantiasa melekat pada diri pemuda. Perwujudan orientasi yang dimiliki pemuda akan terealisasi manakala ada rasa keyakinan yang kuat kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, senantiasa bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal serta berkorban dalam mewujudkannya. Karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertakwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tak lain hanya dimiliki pada diri para pemuda*.

Terjawab sudah pertanyaan yang sedari tadi menjadi persoalan. Itulah pemuda. Mereka identik terhadap perjuangan. Mereka seperti pusaran gelombang yang menggerakkan segala sesuatu. Mereka laksana ombak yang menerpa tembok ketidakadilan. Mereka layaknya pelangi, memberikan secercah harapan yang muncul setelah kegelapan menuju cahaya. Dan mungkin setiap apa yang telah ada di dunia tak terlepas dari peran serta dan kontribusi yang mereka ciptakan.

Begitulah para pemuda. Maka tak salah jika Presiden Soekarno menyatakan bahwa ia akan mengguncang dunia hanya dengan sepuluh pemuda. Karena sosok pemuda adalah kepribadian yang terintegrasi. Fase hidup yang selalu dinanti oleh setiap insan. Karena hampir semua hal yang akan didapat manusia dalam hidup ini terjadi dalam fase keremajaan. Tentu saja fase remaja merupakan indikasi awal yang menjadikan diri seseorang layak disebut sebagai seorang pemuda. Lebih jauh, pribadi seorang remaja yang sudah ditempa menjadikan dirinya patut disebut sebagai seorang pemuda. Kematangan akal dan fisik yang mereka dapatkan takkan ada yang bisa dinafikan oleh sesuatu pun.

Bertolak dari pernyataan yang telah disampaikan sebelumnya, seyogyanya khalayak umum dapat memahami dan menyakini eksistensi para pemuda. Namun, beberapa tahun terakhir opini publik saat ini menimbulkan sedikit keraguan atas jati diri seorang pemuda. Mungkin disebabkan kebebasan pers yang melanda media berdampak sangat luas dalam memetakan persepsi dan pemikiran masyarakat.

Saat ini masyarakat berpandangan bahwa pergerakan dakwah mahasiswa pascareformasi 1998 tidak menunjukkan eksistensinya secara nyata. Masyarakat menganggap pergerakan dakwah mahasiswa tahun-tahun terakhir ini tidak semasif dengan pergerakan dakwah mahasiswa di zaman prareformasi. Inilah yang menjadi permasalahan utama. Opini seperti ini tersebar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Ini dapat menimbulkan degradasi motivasi dan bahkan akan lebih mengkhawatirkan ketika terjadi disorientasi dalam pergerakan dakwah mahasiswa.

Padahal jika kembali ditelusuri perihal masalah ini, sebenarnya tidak semua pergerakan dakwah mahasiswa seperti apa yang dianggap oleh masyarakat. Walaupun secara kasat mata terlihat tidak semasif seperti yang terjadi pada  zaman prareformasi, pergerakan dakwah mahasiswa mulai memahami birokrasi manajemen organisasi dengan baik. Dahulu kebanyakan pergerakan dakwah mahasiswa berpusat pada pergerakan massa. Gelombang massa dijadikan tumpuan kekuatan utama. Namun, jarang ada yang memperhatikan persoalan administratif. Maka jadilah pengarsipan surat, dokumentasi kegiatan, hingga masalah AD/ART tidak sesuai yang diharapkan. Padahal seharusnya semua yang berhubungan dengan administratif dapat terselesaikan dengan baik.

Berbeda halnya dengan sekarang. Pergerakan dakwah mahasiswa saat ini dapat dikatakan lebih rapih pengorganisasiannya dibandingkan dengan prareformasi. Lebih tepatnya terkait permasalahan manajemen organisasi, pergerakan dakwah mahasiswa sudah mengaplikasikannya dengan baik di lapangan dan tetap tidak mengindahkan gelombang massa sebagai salah satu kekuatan pergerakan.

“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaaf : 4)

Untuk itu sudah sepatutnya khalayak umum menyadari hal ini. Jangan pernah sama sekali menghilangkan eksistensi para pemuda. Mereka memiliki jiwa kepribadian dan karakter khas yang tak dimiliki seorang pun melainkan diri mereka sendiri.

Ada sebuah pertanyaan. Mengapa pergerakan dakwah mahasiswa tidak pernah terhapuskan eksistensinya dan selalu memiliki semangat juang tinggi dalam melakukan pergerakan serta selalu aktif dalam berpartisipasi dan berkontribusi bagi perkembangan kehidupan? Karena mereka memegang teguh idealisme yang mereka yakini bersama. Sejatinya tidak seorang pun atau sekelompok orang tertentu yang realistis dapat bergerak dalam kehidupan, melainkan ia atau mereka memiliki idealisme yang dipegang kuat dan diyakini hati dengan penjunjungan tinggi.

Saat ini pergerakan dakwah mahasiswa tengah melakukan konsolidasi yang begitu menyakinkan. Pergerakan dakwah mereka sudah merambah berbagai aspek kehidupan bermasyarakat seperti nilai dan norma sosial, budaya, perilaku, maupun pemikiran. Tak bisa dipungkiri, mahasiswa adalah penggerak dalam upaya revitalisasi kemaslahatan umat dan bangsa.

“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali ‘Imran : 79)

Ayat Al Quran di atas menjadi penutup atas pembahasan yang telah berkepanjangan ini. Secara fundamental pergerakan dakwah, khususnya mahasiswa, memiliki hubungan terkait dengan makna tarbiyah. Tak dapat dipungkiri, pergerakan dakwah mahasiswa bermula dari arah pembinaan sepanjang hidup yang jelas untuk membentuk kader-kader dakwah yang mumpuni. Atau biasa disebut Tarbiyah Nukhbawiyah.  

Dakwah dan tarbiyah merupakan dua konsep fundamental yang dimiliki agama Islam. Pergerakan Dakwah Mahasiswa pada dasarnya merupakan pengejawatahan dari pembentukan Rijalud Dakwah atau para aktivis dakwah. Kedepan pergerakan dakwah mahasiswa diharapkan tetap terjaga eksistensinya sebagai washilah atau media dalam pembentukan aktivis-aktivis kader dakwah yang siap menyongsong umat dan negara.

“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al Anfal : 60)

“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air di bawah naungan Islam yang hanif.

Akulah lelaki bebas yang telah mengetahui rahasia wujudnya, maka ia pun berseru, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Kepada yang demikian itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’

Inilah aku. Dan kamu, kamu sendiri siapa?”*

* Meraih penghargaan Juara 1 Lomba Esai Festival Imuwan Muslim Nasional 2012 SERUM-G 
   FMIPA Institut Pertanian Bogor (Bogor, 14 Oktober 2012),
* Hilmy Bakar Al Mascaty, Pembaruan Islam Pasca Reformasi di Indonesia, 
   Diunduh tanggal 17 September 2012
* Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, (Solo : PT Era    Adicitra  Intermedia, 
   2010), hlm. 128.
* Ibid, hlm. 25.

Mereka yang Memiliki Semangat Kegigihan

Nasionalisme merupakan pembahasan klasik yang sampai saat ini masih diperbincangkan. Khususnya di kalangan remaja pada zaman yang terbawa arus globalisasi pop culture. Tak perlu diperdalam untuk dibahas lebih lanjut. Karena secara kasat mata sudah terlihat dengan jelas koridor perjalanan hidup remaja saat ini sudah berbelok menyimpang. Untuk itu diperlukan konsolidasi ulang dalam upaya perbaikan koridor perjalanan hidup para remaja. Lebih menjurus kepada mereka yang pada dasar hatinya masih menyimpan semangat kegigihan yang selalu menyala.

Siapakah remaja yang di dasar hatinya masih menyimpan semangat kegigihan tersebut? Tentunya merekalah para remaja yang selalu ditempa dalam proses pedewasaan. Dalam hal ini mereka para remaja yang sudah pantas disebut sebagai seorang pemuda. Maka tak ada salahnya jika mengaitkan wujud nasionalisme para pemuda di era reformasi ini.

Sudah tampak di depan mata kerusakan yang menimpa  para remaja Indonesia. Terakhir adalah kasus tawuran yang terjadi di perempatan bulungan yang menewaskan salah seorang siswa kelas X. Ini merupakan duka bagi seluruh warga negara Indonesia. Bagaimana tidak? Mereka para remaja adalah cikal bakal pemuda-pemuda yang akan lahir untuk memperbaiki bangsa. Jika di saat remaja saja sudah melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan nilai dan norma yang ada di masyarakat, bagaimana bisa seorang remaja seperti itu dapat bertransformasi menjadi seorang pemuda? Karena pada dasarnya seorang pemuda itu terlahir dari proses panjang yang terus berkesinambungan. Dari sejak ia dilahirkan ke dunia ini hingga ia ditempa agar menjadi remaja yang pada dasar hatinya memiliki semangat kegigihan yang menyala. Maka sangat dimaklumkan masyarkat resah akan hal ini. Generasi penerus mereka rusak. Ketika para remaja rusak, maka takkan ada harapan untuk bangkit menjadi bangsa yang maju.

Namun sebagai seorang yang peduli, seyogyanya hal seperti ini tak perlu ditangisi lebih jauh. Konsolidasi adalah hal yang sangat diperlukan untuk menyelesaikan masalah. Jika hanya berdiam diri dan tidak turut serta berkontribusi dalam upaya perbaikan, maka sebenarnya yang salah bukanlah mereka para remaja yang sudah keluar dari koridor mereka. Tapi, orang yang hanya bisa menyerocos saja perkataannya yang perlu disalahkan. Karena kependekan akal tanpa rasionalitas ia mengeluarkan kata-kata.

Beranjak dari hal diatas, sudah sepatutnya para pemuda berperan dalam membangun bangsa ini dengan wujud nasionalisme yang nyata. Teringat dengan peristiwa Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, ini menjadi cambuk bagi para pemuda. Baik hati maupun akal. Mengapa? Karena peristiwa itu menjadi indikasi bahwa para pemuda pada zaman itu sudah turut berperan dalam pergerakan nasional. Dan itu menunjukkan bahwa mereka merealisasikan wujud nasionalisme dengan nyata. Lalu, bagaimana dengan para pemuda saat ini?
Di kalangan para cendekiawan, ada 3 peran yang seharusnya diemban oleh setiap pemuda diatas pundaknya. Diharapkan ketiga peran tersebut dapat dijadikan amanah dalam perwujudan nasionalisme. Apakah ketiga amanah tersebut? Tak lain adalah amanah yang dipikulkan sebagai social control, iron stock, dan agent of change. Ketiga peran tersebut menjadi tolak ukur dalam perbandingan kontribusi para pemuda dari masa ke masa.

Social control dapat didefinisikan sebagi agen yang mengawasi dan mengontrol realitas sosial. Sebagai wujud nasionalisme sudah sepatutnya para pemuda dapat berperan dalam ruang lingkup ini. Bagaimana caranya? Tentu dimulai dari hal-hal kecil saja itu sudah cukup memberikan indikasi kebangggan. Seperti halnya mempengaruhi diri untuk terus dalam koridor kebaikan dan berpihak kepada kebenaran. Karena dengannya seorang pemuda dapat menjadi moderat dan menjunjung tinggi toleransi di tengah masyarakat. Dengan tidak mengindahkan untuk berpihak kepada kebenaran. Maka peran social control ini nantinya akan menciptakan masyakarat yang diidamkan, yaitu masyarakat madani.

Iron stock dapat dipahami dari sudut pandang pengisian ruang pergerakan yang tersedia. Apa maksudnya? Disini dimaknai bahwasanya para pemuda memiliki peran pengganti dan pengisi ruang-ruang pergerakan yang telah dikosongkan oleh generasi tua. Para pemuda menjadi tumpuan utama dalam mengisi berbagai lini kehidupan yang ada dalam realitas masyarakat. Dengan begitu kompleksitas kehidupan dapat terus berjalan dengan baik dan saling berkesinambungan.

Agent of change bermakna bahwa para pemuda memiliki peran pengubah. Mereka sepatutnya berani dalam mengemukakan ide-ide cemerlang yang mereka ciptakan. Dengan perubahan menuju ke arah yang lebih baik maka semua tetek bengek sulitnya perwujudan reformasi akan berjalan dengan mulus. Bukankah semangat nasionalisme dalam hal ini dapat dijadikan pemacu dalam mewujudkan reformasi secara menyeluruh?

Ucapan terakhir diberikan kepada mereka para pemuda,

“Hai para pemuda! Jika negara ini hancur. Maka itu tak berarti apa-apa bagimu. Karena keberadaan kalian semua kehancuran dapat diputar-balikkan menjadi peradaban yang menghegemoni dunia!”


Jumat, 20 April 2012

Sudahkah Engkau Ikhlas Bekerja, Anakku?


Wushhh......

KRL Ekonomi berlalu melewati. Kibaran rambutnya yang lebat masih terlihat. Lembayung senja mulai menyembunyikan diri diatas cakrawala. Pertanda waktu maghrib akan terlewati sebentar lagi. Burung-burung pun sudah sejak sore tadi kembali ke sarangnya. Banyak orang berlalu lalang pulang dari kewajiban mereka berusaha bekerja. Merealisasikan salah satu  ajaran Islam yang universal. Agar memiliki kesadaran untuk memiliki sikap iffah pada diri setiap insan.

Ia dan ayah masih berdiri menunggu. Kereta tadi bukan yang mereka akan naiki untuk pulang. Tujuan mereka adalah kota hujan berjuta angkot. Ini pengalaman pertamanya menemani ayah yang selama ini mendidiknya dengan baik bekerja. Tidak seperti biasa, mereka pulang dengan kereta. Padahal dari cerita yang biasa ia dengar, ayah sering pulang menaiki bis.Tapi, ia tak memedulikannya karena akan mendapatkan kelelahan dalam berpikir. Peluh dan keringat sudah sejak tadi keluar turun menyusuri setiap kulit mereka.

Pernah ia berpikir dalam benaknya, “aku sangat tergugah mengamati kehidupan ayah. Setiap hari pulang pergi mencari penghasilan untuk menghidupi keluarga. Aku memiliki banyak adik yang masih membutuhkan biaya untuk bersekolah. Ia terlihat sangat lelah setiap pulang dari bekerja. Keletihan selalu disembunyikan ketika menghadapi anak-anaknya. Padahal aku dapat melihat dari raut wajahnya yang sangat kelelahan setiap pulang kerja. Satu hal yang kusukai dari cara ia mendidik anak-anaknya. Ayah suka bercerita tentang kehidupan masa kecilnya. Kadangkala juga menceritakan pengalaman yang baru ia dapatkan. Ia selalu berharap anak-anaknya dapat memiliki kehidupan yang lebih baik darinya. Secara tidak langsung dalam alam bawah sadarku muncul sebuah energi jiwa untuk menjadi yang terbaik dari yang lain. Itulah salah satu alasan mengapa aku sangat menginginkan menjadi orang yang diharapkan kedatangannya untuk merubah dunia jauh lebih baik pada saatnya nanti.”

Ia melihat ayah masih berdiri tegak berjiwa tegar. Sesekali terlihat singgungan senyum di bibir ketika ia menatap wajah ayah. Dulu ia tidak mengetahui tentang apa arti dari tanggung jawab seorang ayah dalam bekeluarga. Kini, ia sudah memahaminya. Sudah menjadi sunnatullah bahwasanya manusia tidak akan memperoleh nikmat, rezeki, dan makanan yang ada diatas dan dibawah tanah kecuali dengan kerja keras dan usaha yang sungguh-sungguh. Dari sanalah ia pun menjadi mengerti, mengapa seorang ayah berjuang keras menghidupi keluarga. Ia memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan dirinya maupun keluarga. Bukankah sudah diketahui akan hal ini?

كفى بالمرء إثما أن يضيّع من يقوت.رواه أبو داود
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menelentarakan orang yang menjadi tanggungannya.”H.R Abu Daud

Tanpa sadar mereka sudah berdiri lebih dari seperempat jam. Kereta yang ditunggu-tunggu ternyata terlambat dari apa yang dikira. Ia dan ayah masih kuat membawa tas dipunggung. Dari arah utara tiba-tiba terdengar suara kereta bergerak melambat. KRL Ekonomi AC yang sejak tadi ditunggu telah datang. Suara decitan rem sedikit menggangu pendengaran beberapa saat. Dengan agak terburu-buru mereka memasuki kereta dengan segera. Takut tak mendapatkan tempat duduk kosong untuk menunggu kereta sampai tujuan. Setelah susah payah berjuang saling mendahului, akhirnya mereka mendapatkan tempat duduk walau sempat bersikukuh dengan seorang penumpang.

Sssshhhh...............

Pintu otomatis di setiap sisi berhadapan mulai menutup. KRL Ekonomi AC yang mereka naiki mulai berjalan meninggalkan stasiun Jakarta Kota. Tujuan mereka adalah tempat pemberhentian stasiun terakhir di Pasar Anyar. Beruntung sekali mereka mendapatkan gerbong yang tak begitu sesak. Dengan keadaan seperti itu bercengkerama bukanlah hal riskan dihadapan penumpang lain. Tapi tetap dengan catatan tidak mengganggu suasana tentunya.

Sepanjang perjalanan mereka berdua menitikberatkan barang yang dibawa. Penjagaan perlu diperketat agar tak lepas dari pegangan. Ayah selalu memperingatkannya bahwa hidup ini selalu berada dalam koridor perjuangan. Ia tahu akan hal itu. Setiap insan lahir ke dunia ini berawal dari perjuangan dengan jutaan kromosom dari spermatozoid seorang ayah. Dan ketika ada satu spermatozoid berhasil menembus ovum dengan akrosom yang dimilikinya melalui proses pembentukan apparatus golgi, saat itulah 2 kromosom haploid dari ayah dan ibu melebur menjadi sebuah zigot diploid yang pada akhirnya akan berkembang menjadi janin di dinding endometrium ibu. Hingga Allah mengisi raga janin itu dengan ruh jiwa di saat kandungan berumur 4 bulan. Itulah masa perjuangan setiap insan sampai pada saat ditentukan akan lahir ke dunia menyongsong koridor perjuangan baru.

Tiba-tiba bahu kanan dirinya ditepuk telapak tangan ayah. Dengan wajah tetap cerah dan singgungan senyum yang khas ia berkata, “nak, ayo kita membaca wirid petang hari. Masih ada waktu sampai adzan Isya berkumandang. Tadi kita belum sempat membacanya. Ada sekitar satu setengah jam lagi hingga kita sampai tujuan.”

Itu benar. Ia dan ayah belum sempat melakukan aktivitas yang biasa dilakukan pagi dan petang. Dengan senyuman pun ia mengikuti ayah membaca wirid harian tersebut. Dengan syahdu suara mereka dengan lembut tanpa sadar menyentuh hati setiap penumpang yang ada di gerbong tersebut. Hingga sekitar dua puluh menit kemudian mereka akhirnya selesai dari wirid mereka. Langit dan bumi beserta isinya mengaminkan apa yang dipanjatkan dari wirid tersebut. Adzan Isya pun berkumandang memanggil setiap muslim untuk menunaikan kewajibannya.

“Ayah, adzan Isya sudah berkumandang. Alhamdulillah tadi kita sudah berinisiatif untuk menjamak taqdim isya dengan maghrib di masjid depan stasiun tadi. Oya, sekarang keretanya sudah masuk daerah mana, yah?” Dengan sopan dan dijaga ia bertanya kepada ayah. Beliau hanya melihat wajahnya dengan lekat. Wajahnya cerah tak terlihat sedetik waktu pun kecapekan yang ayah tampakkan kepadanya.

“Anakku, alhamdulillah kita sudah melewati stasiun Pondok Cina. Mungkin sekitar beberapa stasiun lagi kita sampai di Bogor Kota. Ayah mengingat satu hal. Ini dipicu oleh pernyataanmu tadi. Maukah engkau mendengar cerita ayah kembali? Ini tentang salah satu kisah tentang keikhlasan yang ayah alami. Kisah ini terjadi sekitar sepekan yang lalu di masjid yang sama kita singgahi tadi. Jadi, maukah engkau mendengarnya, anakku?”

Wajah ayah yang teduh. Dengan anggukan kecil ia menerima permintaan ayah untuk mendengar dengan baik apa yang akan disampaikan kepadanya. Mereka memperbaiki posisi duduk agar nyaman bercengkerama. Tas di punggung dipindah ke pangkuan mereka. Keadaan gerbong kereta masih terasa sunyi hingga ayah mulai bercerita dengan deheman khasnya dan membaca bismillah.

“Anakku, tentunya engkau masih mengingat tentang sifat iffah. Yaitu menjaga harga diri dan kehormatan. Kisah yang akan ayah ceritakan berhubungan dengan kerja. Banyak hadits yang menyebutkan akan hal ini. Tahukah engkau salah satu dari hadits tersebut?” Pikirannya melayang mengingat kembali hadits-hadits yang ia tahu mengenai hal tersebut. Dengan satu hentakan kaki dan kepalan tangan ia mengingatnya. Dengan kepercayaan diri ia menyebutkan hadits yang ia ketahui.

لأن يحتزم أحدكم حزمة من حطب فيحملها على ظهره فيبيعها خير له من أن يسأل رجلا فيعطيه أو يمنعه. متفق عليه بلفظ مسلم
“Apabila salah seorang diantara kamu mencari kayu bakar dan mengikatnya lalu memikulnya kemudian menjualnya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain, baik memberinya ataupun tidak.” H.R. Bukhari, Muslim

اليد العليا خير من اليد السفلى و العليا هي المنفقة و السفلى هي السائلة. متفق عليه
“Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah, diatas adalah yang memberi, sedangkan dibawah yang meminta-minta.” H.R Bukhari, Muslim

“Tepat sekali, anakku. Islam mengajarkan kita untuk menjaga harga diri dan kehormatan. Begitupun juga Islam tidak menganggap keengganan bekerja dan berusaha dengan mengharap rezeki dari arah yang tak diduga-duga termasuk tawakkal, sebagaimana dipahami sebagian orang awam yang tidak berilmu seperti yang dikatakan Imam Ahmad. Sebaliknya, Islam menganggap sikap itu sebagai tawakkul (bergantung).”

“Bergantung dan enggan berusaha merupakan mentalitas yang tidak dikehendaki Islam. Ini merupakan tuntutan agar kita ummat Islam tidak terjerumus kedalam jurang kehinaan. Kita sebagai ummat pilihan yang diamanahi untuk memimpin harus bisa menyeleraskan antara kemuliaan Islam dan kepribadian moral kita. Dalam hal ini juga mempengaruhi bahwasanya eksistensi Islam bergantumg terhadap ummatnya. Bagaimana jadinya jika kita menjadi orang yang hanya bisa meminta-minta? Bukankah itu sebuah kehinaan bagi diri dan agama Islam, wahai anakku?”

Dengan bijak ayah memberikan wejangan kepadanya. Tapi ini belum selesai. Baru pembukaan yang baru ia dengar.

“Begitulah, anakku. Ayah tahu engkau pasti bisa memahaminya. Islam mengajarkan kita untuk tidak enggan berusaha. Jika kita menginginkan sesuatu, maka kita harus berusaha mendapatkannya. Gabungkanlah antara keinginanmu dan kehendak Allah SWT. Jika engkau benar-benar berusaha mencapai apa yang kau inginkan, maka Allah pun pasti akan memberikannya dengan qadar-Nya yang baik. Tentunya tetap dalam kebaikan dan kemaslahatan dirimu dan masyarakat luas.”

Ayah kembali memperbaiki posisi duduknya. Gelagat ayah terlihat ingin mulai menceritakan kisahnya. Ia tahu wejangan awal tadi sebagai pemahaman awal untuk dapat menghayati cerita yang akan disampaikan ayah kepadanya. Dan sekarang cerita akan segera dimulai.

“Pekan lalu merupakan salah satu pengalaman yang tak bisa dilupakan bagi ayah. Ini merupakan kisah tentang bagaimana keikhlasan yang sepatutnya kita tunjukan pada kepribadian kita. Tahukah engkau, anakku? Sejak saat itu ayah berusaha untuk selalu menjadi hamba yang selalu ikhlas hanya mengharapkan ridho Allah Ta’ala. Awal kisah ini dimulai saat ayah pulang sore dari kantor tempat ayah bekerja.”

Ayah dalam keadaan letih sekali. Tidak biasanya tubuh terasa lemah. Hampir saja ayah jatuh ketika berjalan menuruni tangga. Alhamdulillah saat itu ada teman yang menahan ayah agar tidak jatuh.Dalam keadaan seperti itu ayah memutuskan untuk tidak pulang menaiki bis seperti biasa. Ayah keluar dari gerbang kantor saat langit sudah menampakkan lembayung senjanya. Melihat waktu sudah mulai gelap dan adzan maghrib pun sudah mulai berkumandang, ayah memutuskan untuk sholat maghrib dahulu di masjid depan stasiun dan jam tujuh lebih nanti pulang menaiki kereta.

Ayah menitipkan sepatu dan beranjak untuk mengambil air wudhlu. Dengan kesegaran berwudhlu wajah ayah terlihat sedikit lebih cerah. Segera ayah memasuki masjid agar tidak tertinggal sholat berjama’ah dan menjadi masbuq. Setelah imam salam, ayah berdzikir dan berdo’a kepada Allah meminta diberikan anak-anak dan keturunan yang qurrata ‘ayun. Tak lupa ayah melaksanakan sunnah rawatib ba’da maghrib. Dan ayah pun berkemas untuk pergi meninggalkan masjid untuk pulang.

Pikiran ayah tiba-tiba terlintas terhadap seorang bapak yang tadi sholat disamping ayah. Bukankah bapat tersebut tadi duduk didepan masjid sepanjang sore hingga akhirnya adzan maghrib berkumandang? Ayah ingat bapak itu bekerja sebagai tukang pijat dan urut. Dengan segala pertimbangan antara keberangkatan kereta dan keletihan, ayah mendekati bapak tersebut untuk mendapatkan jasanya.

“Bapak, tolong bisa pijatkan saya? Kebetulan sekali badan saya terasa letih sekali.”

Ayah meminta jasa bapak itu sambil menyerahkan uang sepuluh ribuan. Sebelum memijat tubuh ayah, bapak itu terlihat kurang bersemangat memulai kerjanya. Mungkin karena uang sepuluh ribuan yang ayah berikan.Tapi, tak apa. Ayah tak memedulikannya. Walaupun sebenarnya ayah kurang mendapatkan manfaat dari pijatan bapak tersebut.

Detik-detik berganti menjadi hitungan menit. Sudah sekitar 5 menit ayah dipijat tanpa merasakan manfaatnya sekalipun. Sempat ayah melihat barang-barang bawaan bapak itu. Terlihat minyak urut berjejer tampak diatas sehelai kain. Ayah mengambil salah satu minyak tersebut.

“Bapak, ini minyak yang digunakan untuk memijat?”

“Iya, betul.”

Dengan wajah kurang senang bapak tersebut menjawab pertayaan ayah. Akhirnya sambil bapak itu bekerja, ayah sedikit bercakap-cakap dengan bapak itu.

“Pak, minyak ini sering saya lihat dijual di beberapa tempat. Di toko kelontongan sempat juga saya melihatnya. Apakah minyak ini bagus untuk pijat dan urut?”

“Benar, minyak ini sudah teruji dengan baik. Saya sendiri nyaman bekerja menggunakan minyak tersebut. Kalau yang sekarang saya gunakan ini campuran antara minyak dengan beberapa ramuan alami.”

Dengan baik bapak tersebut menjelaskan khasiat minyak tersebut kepada ayah. Wajah tidak senangnya sedikit berubah dengan pertanyaan dan tanggapan yang baik dari ayah. Tanpa sadar akhirnya percakapan ayah dengan bapak tersebut berlanjut hingga kehidupan bapak itu yang serba tak mencukupi. Ayah mendengarkan dengan khidmat celotehan bapak tersebut hingga akhir. Hingga ayah pun teringat minyak tersebut dapat bermanfaat jika ayah beli untuk digunakan di rumah.

“Pak, minyak ini dijual berapa? Saya tertarik untuk membelinya. Bisa jadi di rumah nanti bermanfaat.”

“Ooh... itu harganya sepuluh ribuan. Murah. Tak bisa ditawar-tawar lagi.”

“Kalau begitu sepuluh ribu yang tadi untuk beli minyak ini saja. Boleh kan, pak?”

“Oya, boleh-boleh. Baiklah, pak.”

Dengan wajah sangat sumringah bapak itu menerima tawaran ayah untuk membeli minyak tersebut dari uang sepuluh ribuan yang pada awalnya untuk membayar jasa pijatan bapak itu. Saat-saat itu menjadi masa yang nyaman sekali bagi ayah ketika dipijat. Setelah uang sepuluh ribuan itu dipakai untuk membeli minyak, bapak itu terlihat senang sekali. Ia merubah cara pandangnya terhadap ayah dan berusaha semaksimal mungkin melakukan kerjanya. Tahukah engkau, anakku? Baru setelah itu ayah merasakan manfaat pijatan dari bapak tersebut. Dari pijatan yang awalnya hanya di kaki, ayah meminta bapak tersebut untuk memijat kepala ayah. Ada kenikmatan tersendiri saat ayah dipijat dengan ketulusan dari bapak itu. Tapi, ada kejadian yang perlu diketahui. Kejadian ini membuat ayah tergugah. Ini mengalir apa adanya. Ayah tak merekayasakannya dari awal.

“Bapak, pijatannya enak sekali. Sudah berapa lama bekerja seperti ini? Sepertinya bapak sudah berpengalaman.”

“Oh, ya. Kira-kira saya sudah bekerja sekitar 2 tahunan. Sebelumnya saya tak memiliki pekerjaan apapun. Kehidupan saya amburadul. Tapi alhamdulillah sekarang saya sudah sadar akan tanggung jawab yang saya pikul.”

“Itu benar, pak. Setiap manusia memiliki tanggung jawab masing-masing yang dipikulkan kepadanya. Alhamdulillah ternyata sudah hampir setengah jam saya dipijat. Terima kasih banyak, pak. Pijatannya enak dan sekarang badan saya terasa lebih segar. Apalagi ditambah dengan hadiah minyak yang bapak berikan. Bahkan uang sepuluh ribu pun bapak berikan kepada saya. Padahal bapak sudah memijat saya dengan hebat. Sekarang minyaknya sudah ada di tangan saya. Uang sepuluh ribuan tadi, mana? Kembalikan lagi kepada saya, pak.”

Setelah mendengar perkataan ayah, wajah bapak itu terlihat melas sekali. Cemberut di bibirnya sama sekali tak nyaman dilihat. Dia sangat bingung kenapa uang sepuluh ribu yang sudah diberikan kepadanya harus dikembalikan?. Bapak itu memegang uang sepuluh ribuan itu sambil memandangnya dengan tatapan berharap. Ia sama sekali tak ingin melepaskannya. Ayah hampir saja tertawa karena saking lucunya kejadian tersebut. Lama sekali bapak itu memandang uang sepuluh ribuan itu, anakku. Ia sama sekali tak ingin melepaskan dengan mudah hasil jerih payahnya. Akhirnya dengan masih penuh keheranan dan kasihan bapak itu menyerahkan uang sepuluh ribuan itu kepada ayah.

“Baiklah, pak. Terima kasih atas segalanya. Bapak sudah memijat saya ditambah dengan hadiah minyak sekaligus memberikan ongkos uang sepuluh ribu kepada saya. Bapak baik sekali.”

Ayah berkata dengan menampakkan senyuman kepada bapak itu seraya memperbaiki posisi duduk. Dengan wajah yang masih melas saja bapak itu menundukkan pandangannya. Ia kebingungan dengan aksi yang ayah lakukan. Ayah hanya bisa tersenyum saja dan tertawa dalam hati. Kenapa bisa ya? Bapak itu melakukan hal yang tak dikira. Jika ada disana, engkau akan melihat kejadiannnya dengan seksama, anakku. Ayah pastikan engkau pun juga akan bingung dengan sikap ayah dan tertawa atas tanggapan yang diberikan bapak tersebut. Tapi ini belum selesai, anakku.

Kemudian, ayah merogoh saku celana mengambil uang lima puluh ribuan dan menggabungkannya dengan uang sepuluh ribuan tadi untuk diberikan kepada bapak itu. Awalnya ia bingung, tapi akhirnya pun bapak itu mengerti akan pelajaran yang ayah berikan kepadanya. Bapak itu menerima uang enam puluh ribu tersebut sambil mengucapkan terima kasih dan menciumi beberapa kali tangan ayah. Ayah berusaha mengelak tapi pengangan bapak tersebut sangat kuat di pergelangan tangan ayah.

“Sudahlah, pak. Jangan berlebihan. Saya mohon lepaskan pegangan tangan bapak dan berhenti menciumi tangan saya. Saya hanya ingin memberikan pelajaran berharga untuk bapak. Jadilah seorang pekerja yang tulus dan ikhlas hanya mengharapkan ridho Allah SWT. Jangan bekerja hanya karena mendapatkan selembar uang sepuluh ribuan. Tapi bekerjalah dengan semaksimal mungkin dengan memberikan semua usaha yang kita miliki. Keridhoan Allah yang seharusnya kita cari. Bukan bekerja mengharapkan pamrih dari orang lain. Dan bekerjalah dengan hati yang berbahagia karena kita menyelesaikan tugas kita dengan baik. Karena dengan keikhlasan saat bekerja, Allah pasti melihatnya dengan memberikan balasan yang setimpal kepada kita.Bapak bisa memahaminya, kan?”

“Iya, saya bisa memahaminya. Terima kasih atas nasihatnya. Insya Allah saya akan melakukan semua nasihat yang bapak berikan untuk kedepannya. Sekarang saya mengerti. Bekerja itu harus mengharapkan ridho Allah. Walaupun manusia ridho, tapi belum tentu Allah ridho atas usaha dan kerja kita.”

“Benar, pak. Kita sebagai seorang muslim sudah sepantasnya menjadikan ridho Allah sebagai tujuan utama kita. Tentang keridhoan manusia terhadap diri kita, itu menjadi hal lain yang sepatutnya kita renungi. Setiap manusia di dunia ini memiliki cara pandang yang berbeda. Tergantung dari banyaknya ilmu yang ia miliki. Bisa jadi ada seseorang yang tidak menyukai sikap dan kepribadian kita. Tapi Allah menyukainya dan memuliakan kita dibanding orang lain dengan meninggikan derajat kemulian di sisi-Nya.”

Tanpa sadar air mata mulai mengucur deras di pelupuk mata bapak tersebut. Ayah merasa terharu dengan pernyataan bapak itu. Dari kejadian ini ayah berharap bisa menjadi seorang yang ikhlas dalam segala sesuatu. Khususnya ketika bekerja mempertanggung jawabkan keluarga.

“Bapak, bekerjalah dengan sebaik mungkin. Curahkanlah seluruh upaya untuk memaksimalkan kerja kita. Sungguh Allah pasti melihat apa yang kita lakukan. Allah pasti akan memberikan balasan atas segala usaha kita untuk mendapatkan kebaikan bagi diri dan keluarga. Ingatlah! Di setiap kesusahan itu pasti ada kemudahan. Allah selalu menguji kita apakah kita sudah benar-benar menjadi hamba yang beriman serta ikhlas? Allah selalu berada didekat hamba-Nya.”

“Dan yang terakhir, pak. Setiap amal yang kita kerjakan akan diterima di sisi Allah jika kita sudah memiliki dua hal; yaitu keikhlasan dan lurusnya niat serta bekerja secara ihsan berdasarkan perintah Nabi Muhammad saw. Kebenaran batin dalam bekerja akan tercapai jika kita memiliki keikhlasan dan kelurusan niat. Sedangkan kebenaran lahir dalam bekerja akan tercapai jika kita ihsan dalam melakukan sesuatu sesuai ajaran Rasulullah saw. Itu semua terangkum dalam firman Allah SWT."

وَمَنْ يُسْلِمْ وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُور.لقمان آية  22
“Dan barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang berbuat kebaikan maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang kokoh. Dan hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.” Luqman ayat 22.

Pada akhirnya ayah dan bapak itu saling merangkul berpelukan. Air mata bapak itu belum berhenti sejak tadi. Ia terharu dengan sikap dan nasihat yang telah ayah berikan kepadanya. Dalam hati ayah berjanji untuk bisa meluangkan waktu agar dapat berinteraksi dengan orang-orang seperti bapak itu di kemudian hari.

Masih banyak orang awam yang tidak memiliki kecukupan ilmu akan pemahaman mereka tentang Islam secara menyeluruh. Tugas kitalah yang telah mendapatkan pemahaman tersebut untuk menyampaikannya kepada orang lain. Jadilah seorang muslim yang sadar akan eksistensi panji Islam yang kita bawa. Jangan hanya menjadi muslim yang biasa-biasa saja. Kita hidup mengemban tugas menyampaikan Islam kepada ummat manusia. Itulah salah satu konsekuensi karena kita dilahirkan di dunia ini dalam keadaan muslim. Bersyukurlah karena engkau dapat mengecap manisnya pendidikan Islam sejak dini, anakku. Selanjutnya adalah tugas engkau menyampaikan segala hal yang telah engkau dapatkan kepada orang lain khususnya teman-temanmu, tentang pemahaman Islam yang kaffah di kemudian hari nanti. Ayah selalu mendo’akan untuk kebaikanmu.

Sepertinya ayah hampir bercerita setengah jam. Kereta sekarang telah melewati stasiun Cilebut. Hanya tinggal menunggu beberapa saat sampai kereta sampai dan berhenti di stasiun terakhir Bogor Kota, Pasar Anyar. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lebih. Kereta sampai tepat waktu dari jadwal walaupun keberangkatan tadi agak telat. Ia tersenyum menuruni kereta dibelakang ayah. Ia bahagia setelah mendengar cerita yang membuat ia jauh lebih memahami hakikat hidup ini.

Begitulah. Ia mendapatkan pemahaman yang baik dari cerita yang ayah sampaikan kepadanya. Ia mengerti bahwasanya setiap keinginan akan kebutuhan hidup dapat tercapai dengan berusaha tidak enggan untuk bekerja. Seperti yang dikatakan Rasulullah saw. Bahwasanya ”Allah telah menjadikan rezekiku dibawah naungan tombakku”. Karena dengan bekerja sama saja kita telah menjaga kehormatan kita untuk tidak meminta-minta. Sikap iffah harus selalu dijaga dalam kepribadian diri. Allah pun telah menjanjikan bahwasanya bumi ini telah dimudahkan bagi kita.

هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ.الملك آية 15
“Dialah (Allah) yang telah menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” Al-Mulk ayat 15.

Tidak hanya itu, ia juga dapat memantapkan slogan abadi setiap muslim tentang keikhlasan. Bahwasanya Allah adalah tujuan utama hidup. Seyogyanya ia bisa mengorientasikan perkataan, perbuatan dan perjuangannya hanya kepada Allah SWT; mengharapkan keridhoan-Nya dan memperoleh pahala-Nya. Bukan hanya sekedar mendapatkan keuntungan duniawi seperti materi, prestise, pangkat, gelar, kemajuan atau kemunduran. Dengan itulah ia menjadi tentara muslim sejati dengan landasan aqidah yang kuat. Bukan tentara kepentingan dan hanya mencari manfaat dunia. Dunia dan segala isinya sebenarnya adalah hadiah bagi seorang muslim jika dapat selalu istiqomah diatas jalan yang benar. Yang diharapkan adalah seorang muslim itu selayaknya dapat menggenggam dunia dan isinya, bukan dunia yang menggenggamnya dengan cengkeraman syahwat. Akhirnya hanya keridhoan Allah yang sepantasnya kita cari di sepanjang perjalanan hidup kita.


فليتك تحلو و الحياة مريرة
 و ليتك ترضى و الأنام غضاب
 و ليت الذي بيني و بينك عامر
 و بيني و بين العالمين خراب
 إذا صحّ منك الودّ فالكلّ هيّن
 و كلّ الذي فوق التراب تراب 

Dengan-Mu ada kelezatan, meski hidup terasa pahit
 Kuharapkan ridho-Mu, meski seluruh manusia marah
Kuharapkan hubunganku dengan-Mu tetap harmonis
Meski hubunganku dengan seluruh alam berantakan
Bila cinta-Mu kudapatkan, semua terasa ringan
Sebab, semua yang ada diatas tanah adalah tanah belaka

Untuk seluruh ayah di dunia. Kami selalu menunggu kedatanganmu. Mendengar cerita-cerita yang kau berikan. Luangkanlah waktu untuk kami. Kami tahu engkau sibuk bekerja untuk mendapatkan penghasilan menghidupi keluarga. Tetap kami berharap agar engkau berusaha untuk selalu berada di dekat kami. Kami sangat bahagia ketika engkau bercerita tentang masa kecilmu, atau mungkin pengalaman-pengalaman yang baru kau dapatkan. Ayah, kami selalu menunggu kedatanganmu.

Ayah adalah orang terbaik seluruh dunia. Ia memberikan kami pemahaman untuk bisa hidup. Tak hanya sekedar mendapatkan manfaat dunia. Tapi mengajarkan kepada kami untuk bisa menikmati hidup dengan bahagia. Sejatinya hanyalah kebahagian yang selalu dicari setiap insan di dunia.

Ayah. Tahukah engkau? Ada pepatah mengatakan bahwasanya jika ingin melihat kepribadian seseorang lihatlah ayahnya. Kami tahu engkau pasti mengatahui itu. Kesuksesan seseorang bukanlah dilihat dari pencapaian hidupnya. Tapi dilihat dari bagaimana ia bisa mendidik anaknya sebaik mungkin. Agar anak-anaknya bisa menikmati sekaligus menggenggam dunia lebih baik darinya. Jika pada saatnya nanti anaknya lebih baik, berarti saat itulah ia pantas disebut sebagai orang yang sukses. Untuk membangun generasi masa depan yang membanggakan.

Ayah adalah orang yang selalu tegar menghadapi hidup. Ia mengorbankan segala sesuatu agar anak-anaknya bisa bahagia. Dia tidak berbohong atas hakikat yang sebenarnya. Sesungguhnya segala yang dia katakan dan perbuat hanya menginnginkan untuk kebutuhan anak-anaknya. Janganlah pernah berprasangka terhadap perlakuan ayah terhadap kita.

Ayah. Kami disini tetap menunggumu. Diatas bumi Allah yang tiada artinya melainkan untuk kemaslahatan ummat manusia. Walau kami harus menunggu hingga batas waktu, kami kan selalu menantimu. Agar bisa mendengar cerita-ceritamu yang membuat kami selalu senang, tersenyum dan bahkan membuat kami kami tertawa lepas. Berikanlah kami pemahaman untuk mendapatkan kehidupan yang berbahagia. Seperti hikmah yang diberikan kepada anak Luqman melalui perantara ayahnya.

Sungguh, kami selalu menunggu cerita-ceritamu.