Wushhh......
KRL Ekonomi berlalu
melewati. Kibaran rambutnya yang lebat masih terlihat. Lembayung senja mulai
menyembunyikan diri diatas cakrawala. Pertanda waktu maghrib akan terlewati
sebentar lagi. Burung-burung pun sudah sejak sore tadi kembali ke sarangnya.
Banyak orang berlalu lalang pulang dari kewajiban mereka berusaha bekerja.
Merealisasikan salah satu ajaran Islam
yang universal. Agar memiliki kesadaran untuk memiliki sikap iffah pada
diri setiap insan.
Ia dan ayah masih
berdiri menunggu. Kereta tadi bukan yang mereka akan naiki untuk pulang. Tujuan
mereka adalah kota hujan berjuta angkot. Ini pengalaman pertamanya menemani
ayah yang selama ini mendidiknya dengan baik bekerja. Tidak seperti biasa,
mereka pulang dengan kereta. Padahal dari cerita yang biasa ia dengar, ayah
sering pulang menaiki bis.Tapi, ia tak memedulikannya karena akan mendapatkan
kelelahan dalam berpikir. Peluh dan keringat sudah sejak tadi keluar turun
menyusuri setiap kulit mereka.
Pernah ia berpikir
dalam benaknya, “aku sangat tergugah mengamati kehidupan ayah. Setiap hari
pulang pergi mencari penghasilan untuk menghidupi keluarga. Aku memiliki banyak
adik yang masih membutuhkan biaya untuk bersekolah. Ia terlihat sangat lelah
setiap pulang dari bekerja. Keletihan selalu disembunyikan ketika menghadapi anak-anaknya.
Padahal aku dapat melihat dari raut wajahnya yang sangat kelelahan setiap
pulang kerja. Satu hal yang kusukai dari cara ia mendidik anak-anaknya. Ayah
suka bercerita tentang kehidupan masa kecilnya. Kadangkala juga menceritakan
pengalaman yang baru ia dapatkan. Ia selalu berharap anak-anaknya dapat
memiliki kehidupan yang lebih baik darinya. Secara tidak langsung dalam alam
bawah sadarku muncul sebuah energi jiwa untuk menjadi yang terbaik dari yang
lain. Itulah salah satu alasan mengapa aku sangat menginginkan menjadi orang
yang diharapkan kedatangannya untuk merubah dunia jauh lebih baik pada saatnya
nanti.”
Ia melihat ayah masih
berdiri tegak berjiwa tegar. Sesekali terlihat singgungan senyum di bibir
ketika ia menatap wajah ayah. Dulu ia tidak mengetahui tentang apa arti dari
tanggung jawab seorang ayah dalam bekeluarga. Kini, ia sudah memahaminya. Sudah
menjadi sunnatullah bahwasanya manusia tidak akan memperoleh nikmat,
rezeki, dan makanan yang ada diatas dan dibawah tanah kecuali dengan kerja
keras dan usaha yang sungguh-sungguh. Dari sanalah ia pun menjadi mengerti,
mengapa seorang ayah berjuang keras menghidupi keluarga. Ia memiliki tanggung
jawab untuk memenuhi kebutuhan dirinya maupun keluarga. Bukankah sudah
diketahui akan hal ini?
كفى بالمرء إثما أن يضيّع من يقوت.رواه أبو داود
“Cukuplah
seseorang dikatakan berdosa jika ia menelentarakan orang yang menjadi
tanggungannya.”H.R Abu Daud
Tanpa sadar mereka
sudah berdiri lebih dari seperempat jam. Kereta yang ditunggu-tunggu ternyata
terlambat dari apa yang dikira. Ia dan ayah masih kuat membawa tas dipunggung.
Dari arah utara tiba-tiba terdengar suara kereta bergerak melambat. KRL Ekonomi
AC yang sejak tadi ditunggu telah datang. Suara decitan rem sedikit menggangu
pendengaran beberapa saat. Dengan agak terburu-buru mereka memasuki kereta
dengan segera. Takut tak mendapatkan tempat duduk kosong untuk menunggu kereta
sampai tujuan. Setelah susah payah berjuang saling mendahului, akhirnya mereka
mendapatkan tempat duduk walau sempat bersikukuh dengan seorang penumpang.
Sssshhhh...............
Pintu otomatis di
setiap sisi berhadapan mulai menutup. KRL Ekonomi AC yang mereka naiki mulai
berjalan meninggalkan stasiun Jakarta Kota. Tujuan mereka adalah tempat
pemberhentian stasiun terakhir di Pasar Anyar. Beruntung sekali mereka
mendapatkan gerbong yang tak begitu sesak. Dengan keadaan seperti itu
bercengkerama bukanlah hal riskan dihadapan penumpang lain. Tapi tetap dengan
catatan tidak mengganggu suasana tentunya.
Sepanjang
perjalanan mereka berdua menitikberatkan barang yang dibawa. Penjagaan perlu
diperketat agar tak lepas dari pegangan. Ayah selalu memperingatkannya bahwa
hidup ini selalu berada dalam koridor perjuangan. Ia tahu akan hal itu. Setiap
insan lahir ke dunia ini berawal dari perjuangan dengan jutaan kromosom dari spermatozoid
seorang ayah. Dan ketika ada satu spermatozoid berhasil menembus ovum dengan
akrosom yang dimilikinya melalui proses pembentukan apparatus golgi,
saat itulah 2 kromosom haploid dari ayah dan ibu melebur menjadi sebuah
zigot diploid yang pada akhirnya akan berkembang menjadi janin di
dinding endometrium ibu. Hingga Allah mengisi raga janin itu dengan ruh
jiwa di saat kandungan berumur 4 bulan. Itulah masa perjuangan setiap insan
sampai pada saat ditentukan akan lahir ke dunia menyongsong koridor perjuangan
baru.
Tiba-tiba bahu
kanan dirinya ditepuk telapak tangan ayah. Dengan wajah tetap cerah dan
singgungan senyum yang khas ia berkata, “nak, ayo kita membaca wirid petang
hari. Masih ada waktu sampai adzan Isya berkumandang. Tadi kita belum sempat
membacanya. Ada sekitar satu setengah jam lagi hingga kita sampai tujuan.”
Itu benar. Ia dan
ayah belum sempat melakukan aktivitas yang biasa dilakukan pagi dan petang.
Dengan senyuman pun ia mengikuti ayah membaca wirid harian tersebut. Dengan
syahdu suara mereka dengan lembut tanpa sadar menyentuh hati setiap penumpang
yang ada di gerbong tersebut. Hingga sekitar dua puluh menit kemudian mereka
akhirnya selesai dari wirid mereka. Langit dan bumi beserta isinya mengaminkan
apa yang dipanjatkan dari wirid tersebut. Adzan Isya pun berkumandang memanggil
setiap muslim untuk menunaikan kewajibannya.
“Ayah, adzan Isya
sudah berkumandang. Alhamdulillah tadi kita sudah berinisiatif untuk menjamak taqdim
isya dengan maghrib di masjid depan stasiun tadi. Oya, sekarang keretanya sudah
masuk daerah mana, yah?” Dengan sopan dan dijaga ia bertanya kepada ayah.
Beliau hanya melihat wajahnya dengan lekat. Wajahnya cerah tak terlihat sedetik
waktu pun kecapekan yang ayah tampakkan kepadanya.
“Anakku,
alhamdulillah kita sudah melewati stasiun Pondok Cina. Mungkin sekitar beberapa
stasiun lagi kita sampai di Bogor Kota. Ayah mengingat satu hal. Ini dipicu
oleh pernyataanmu tadi. Maukah engkau mendengar cerita ayah kembali? Ini
tentang salah satu kisah tentang keikhlasan yang ayah alami. Kisah ini terjadi
sekitar sepekan yang lalu di masjid yang sama kita singgahi tadi. Jadi, maukah
engkau mendengarnya, anakku?”
Wajah ayah yang
teduh. Dengan anggukan kecil ia menerima permintaan ayah untuk mendengar dengan
baik apa yang akan disampaikan kepadanya. Mereka memperbaiki posisi duduk agar
nyaman bercengkerama. Tas di punggung dipindah ke pangkuan mereka. Keadaan
gerbong kereta masih terasa sunyi hingga ayah mulai bercerita dengan deheman
khasnya dan membaca bismillah.
“Anakku, tentunya
engkau masih mengingat tentang sifat iffah. Yaitu menjaga harga diri dan
kehormatan. Kisah yang akan ayah ceritakan berhubungan dengan kerja. Banyak
hadits yang menyebutkan akan hal ini. Tahukah engkau salah satu dari hadits
tersebut?” Pikirannya melayang mengingat kembali hadits-hadits yang ia tahu
mengenai hal tersebut. Dengan satu hentakan kaki dan kepalan tangan ia
mengingatnya. Dengan kepercayaan diri ia menyebutkan hadits yang ia ketahui.
لأن يحتزم أحدكم حزمة من حطب فيحملها
على ظهره فيبيعها خير له من أن يسأل رجلا فيعطيه أو يمنعه. متفق عليه بلفظ مسلم
“Apabila
salah seorang diantara kamu mencari kayu bakar dan mengikatnya lalu memikulnya
kemudian menjualnya, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada orang lain,
baik memberinya ataupun tidak.” H.R. Bukhari, Muslim
اليد العليا خير من اليد السفلى و
العليا هي المنفقة و السفلى هي السائلة. متفق عليه
“Tangan diatas lebih baik daripada tangan dibawah, diatas adalah
yang memberi, sedangkan dibawah yang meminta-minta.” H.R Bukhari, Muslim
“Tepat sekali, anakku. Islam
mengajarkan kita untuk menjaga harga diri dan kehormatan. Begitupun juga Islam
tidak menganggap keengganan bekerja dan berusaha dengan mengharap rezeki dari
arah yang tak diduga-duga termasuk tawakkal, sebagaimana dipahami
sebagian orang awam yang tidak berilmu seperti yang dikatakan Imam Ahmad. Sebaliknya,
Islam menganggap sikap itu sebagai tawakkul (bergantung).”
“Bergantung dan enggan berusaha
merupakan mentalitas yang tidak dikehendaki Islam. Ini merupakan tuntutan agar
kita ummat Islam tidak terjerumus kedalam jurang kehinaan. Kita sebagai ummat
pilihan yang diamanahi untuk memimpin harus bisa menyeleraskan antara kemuliaan
Islam dan kepribadian moral kita. Dalam hal ini juga mempengaruhi bahwasanya
eksistensi Islam bergantumg terhadap ummatnya. Bagaimana jadinya jika kita
menjadi orang yang hanya bisa meminta-minta? Bukankah itu sebuah kehinaan bagi
diri dan agama Islam, wahai anakku?”
Dengan bijak ayah memberikan
wejangan kepadanya. Tapi ini belum selesai. Baru pembukaan yang baru ia
dengar.
“Begitulah, anakku. Ayah tahu
engkau pasti bisa memahaminya. Islam mengajarkan kita untuk tidak enggan
berusaha. Jika kita menginginkan sesuatu, maka kita harus berusaha
mendapatkannya. Gabungkanlah antara keinginanmu dan kehendak Allah SWT. Jika
engkau benar-benar berusaha mencapai apa yang kau inginkan, maka Allah pun
pasti akan memberikannya dengan qadar-Nya yang baik. Tentunya tetap
dalam kebaikan dan kemaslahatan dirimu dan masyarakat luas.”
Ayah kembali memperbaiki posisi
duduknya. Gelagat ayah terlihat ingin mulai menceritakan kisahnya. Ia tahu
wejangan awal tadi sebagai pemahaman awal untuk dapat menghayati cerita yang
akan disampaikan ayah kepadanya. Dan sekarang cerita akan segera dimulai.
“Pekan lalu merupakan salah satu
pengalaman yang tak bisa dilupakan bagi ayah. Ini merupakan kisah tentang
bagaimana keikhlasan yang sepatutnya kita tunjukan pada kepribadian kita.
Tahukah engkau, anakku? Sejak saat itu ayah berusaha untuk selalu menjadi hamba
yang selalu ikhlas hanya mengharapkan ridho Allah Ta’ala. Awal kisah ini
dimulai saat ayah pulang sore dari kantor tempat ayah bekerja.”
Ayah
dalam keadaan letih sekali. Tidak biasanya tubuh terasa lemah. Hampir saja ayah
jatuh ketika berjalan menuruni tangga. Alhamdulillah saat itu ada teman yang
menahan ayah agar tidak jatuh.Dalam keadaan seperti itu ayah memutuskan untuk
tidak pulang menaiki bis seperti biasa. Ayah keluar dari gerbang kantor saat
langit sudah menampakkan lembayung senjanya. Melihat waktu sudah mulai gelap
dan adzan maghrib pun sudah mulai berkumandang, ayah memutuskan untuk sholat
maghrib dahulu di masjid depan stasiun dan jam tujuh lebih nanti pulang menaiki
kereta.
Ayah
menitipkan sepatu dan beranjak untuk mengambil air wudhlu. Dengan kesegaran
berwudhlu wajah ayah terlihat sedikit lebih cerah. Segera ayah memasuki masjid
agar tidak tertinggal sholat berjama’ah dan menjadi masbuq. Setelah imam salam,
ayah berdzikir dan berdo’a kepada Allah meminta diberikan anak-anak dan
keturunan yang qurrata ‘ayun. Tak lupa ayah melaksanakan sunnah rawatib ba’da
maghrib. Dan ayah pun berkemas untuk pergi meninggalkan masjid untuk pulang.
Pikiran
ayah tiba-tiba terlintas terhadap seorang bapak yang tadi sholat disamping
ayah. Bukankah bapat tersebut tadi duduk didepan masjid sepanjang sore hingga
akhirnya adzan maghrib berkumandang? Ayah ingat bapak itu bekerja sebagai
tukang pijat dan urut. Dengan segala pertimbangan antara keberangkatan kereta
dan keletihan, ayah mendekati bapak tersebut untuk mendapatkan jasanya.
“Bapak,
tolong bisa pijatkan saya? Kebetulan sekali badan saya terasa letih sekali.”
Ayah
meminta jasa bapak itu sambil menyerahkan uang sepuluh ribuan. Sebelum memijat
tubuh ayah, bapak itu terlihat kurang bersemangat memulai kerjanya. Mungkin
karena uang sepuluh ribuan yang ayah berikan.Tapi, tak apa. Ayah tak
memedulikannya. Walaupun sebenarnya ayah kurang mendapatkan manfaat dari pijatan
bapak tersebut.
Detik-detik
berganti menjadi hitungan menit. Sudah sekitar 5 menit ayah dipijat tanpa
merasakan manfaatnya sekalipun. Sempat ayah melihat barang-barang bawaan bapak
itu. Terlihat minyak urut berjejer tampak diatas sehelai kain. Ayah mengambil
salah satu minyak tersebut.
“Bapak,
ini minyak yang digunakan untuk memijat?”
“Iya,
betul.”
Dengan
wajah kurang senang bapak tersebut menjawab pertayaan ayah. Akhirnya sambil
bapak itu bekerja, ayah sedikit bercakap-cakap dengan bapak itu.
“Pak,
minyak ini sering saya lihat dijual di beberapa tempat. Di toko kelontongan
sempat juga saya melihatnya. Apakah minyak ini bagus untuk pijat dan urut?”
“Benar,
minyak ini sudah teruji dengan baik. Saya sendiri nyaman bekerja menggunakan minyak
tersebut. Kalau yang sekarang saya gunakan ini campuran antara minyak dengan
beberapa ramuan alami.”
Dengan
baik bapak tersebut menjelaskan khasiat minyak tersebut kepada ayah. Wajah
tidak senangnya sedikit berubah dengan pertanyaan dan tanggapan yang baik dari
ayah. Tanpa sadar akhirnya percakapan ayah dengan bapak tersebut berlanjut
hingga kehidupan bapak itu yang serba tak mencukupi. Ayah mendengarkan dengan
khidmat celotehan bapak tersebut hingga akhir. Hingga ayah pun teringat minyak
tersebut dapat bermanfaat jika ayah beli untuk digunakan di rumah.
“Pak,
minyak ini dijual berapa? Saya tertarik untuk membelinya. Bisa jadi di rumah
nanti bermanfaat.”
“Ooh...
itu harganya sepuluh ribuan. Murah. Tak bisa ditawar-tawar lagi.”
“Kalau
begitu sepuluh ribu yang tadi untuk beli minyak ini saja. Boleh kan, pak?”
“Oya,
boleh-boleh. Baiklah, pak.”
Dengan
wajah sangat sumringah bapak itu menerima tawaran ayah untuk membeli minyak
tersebut dari uang sepuluh ribuan yang pada awalnya untuk membayar jasa pijatan
bapak itu. Saat-saat itu menjadi masa yang nyaman sekali bagi ayah ketika
dipijat. Setelah uang sepuluh ribuan itu dipakai untuk membeli minyak, bapak
itu terlihat senang sekali. Ia merubah cara pandangnya terhadap ayah dan
berusaha semaksimal mungkin melakukan kerjanya. Tahukah engkau, anakku? Baru
setelah itu ayah merasakan manfaat pijatan dari bapak tersebut. Dari pijatan
yang awalnya hanya di kaki, ayah meminta bapak tersebut untuk memijat kepala
ayah. Ada kenikmatan tersendiri saat ayah dipijat dengan ketulusan dari bapak
itu. Tapi, ada kejadian yang perlu diketahui. Kejadian ini membuat ayah
tergugah. Ini mengalir apa adanya. Ayah tak merekayasakannya dari awal.
“Bapak,
pijatannya enak sekali. Sudah berapa lama bekerja seperti ini? Sepertinya bapak
sudah berpengalaman.”
“Oh,
ya. Kira-kira saya sudah bekerja sekitar 2 tahunan. Sebelumnya saya tak
memiliki pekerjaan apapun. Kehidupan saya amburadul. Tapi alhamdulillah
sekarang saya sudah sadar akan tanggung jawab yang saya pikul.”
“Itu
benar, pak. Setiap manusia memiliki tanggung jawab masing-masing yang
dipikulkan kepadanya. Alhamdulillah ternyata sudah hampir setengah jam saya
dipijat. Terima kasih banyak, pak. Pijatannya enak dan sekarang badan saya
terasa lebih segar. Apalagi ditambah dengan hadiah minyak yang bapak berikan.
Bahkan uang sepuluh ribu pun bapak berikan kepada saya. Padahal bapak sudah
memijat saya dengan hebat. Sekarang minyaknya sudah ada di tangan saya. Uang
sepuluh ribuan tadi, mana? Kembalikan lagi kepada saya, pak.”
Setelah
mendengar perkataan ayah, wajah bapak itu terlihat melas sekali. Cemberut di
bibirnya sama sekali tak nyaman dilihat. Dia sangat bingung kenapa uang sepuluh
ribu yang sudah diberikan kepadanya harus dikembalikan?. Bapak itu memegang
uang sepuluh ribuan itu sambil memandangnya dengan tatapan berharap. Ia sama
sekali tak ingin melepaskannya. Ayah hampir saja tertawa karena saking lucunya
kejadian tersebut. Lama sekali bapak itu memandang uang sepuluh ribuan itu,
anakku. Ia sama sekali tak ingin melepaskan dengan mudah hasil jerih payahnya.
Akhirnya dengan masih penuh keheranan dan kasihan bapak itu menyerahkan uang
sepuluh ribuan itu kepada ayah.
“Baiklah,
pak. Terima kasih atas segalanya. Bapak sudah memijat saya ditambah dengan
hadiah minyak sekaligus memberikan ongkos uang sepuluh ribu kepada saya. Bapak
baik sekali.”
Ayah
berkata dengan menampakkan senyuman kepada bapak itu seraya memperbaiki posisi
duduk. Dengan wajah yang masih melas saja bapak itu menundukkan pandangannya.
Ia kebingungan dengan aksi yang ayah lakukan. Ayah hanya bisa tersenyum saja
dan tertawa dalam hati. Kenapa bisa ya? Bapak itu melakukan hal yang tak
dikira. Jika ada disana, engkau akan melihat kejadiannnya dengan seksama,
anakku. Ayah pastikan engkau pun juga akan bingung dengan sikap ayah dan
tertawa atas tanggapan yang diberikan bapak tersebut. Tapi ini belum selesai,
anakku.
Kemudian,
ayah merogoh saku celana mengambil uang lima puluh ribuan dan menggabungkannya
dengan uang sepuluh ribuan tadi untuk diberikan kepada bapak itu. Awalnya ia bingung,
tapi akhirnya pun bapak itu mengerti akan pelajaran yang ayah berikan
kepadanya. Bapak itu menerima uang enam puluh ribu tersebut sambil mengucapkan
terima kasih dan menciumi beberapa kali tangan ayah. Ayah berusaha mengelak
tapi pengangan bapak tersebut sangat kuat di pergelangan tangan ayah.
“Sudahlah,
pak. Jangan berlebihan. Saya mohon lepaskan pegangan tangan bapak dan berhenti
menciumi tangan saya. Saya hanya ingin memberikan pelajaran berharga untuk
bapak. Jadilah seorang pekerja yang tulus dan ikhlas hanya mengharapkan ridho
Allah SWT. Jangan bekerja hanya karena mendapatkan selembar uang sepuluh
ribuan. Tapi bekerjalah dengan semaksimal mungkin dengan memberikan semua usaha
yang kita miliki. Keridhoan Allah yang seharusnya kita cari. Bukan bekerja
mengharapkan pamrih dari orang lain. Dan bekerjalah dengan hati yang berbahagia
karena kita menyelesaikan tugas kita dengan baik. Karena dengan keikhlasan saat
bekerja, Allah pasti melihatnya dengan memberikan balasan yang setimpal kepada
kita.Bapak bisa memahaminya, kan?”
“Iya,
saya bisa memahaminya. Terima kasih atas nasihatnya. Insya Allah saya akan
melakukan semua nasihat yang bapak berikan untuk kedepannya. Sekarang saya
mengerti. Bekerja itu harus mengharapkan ridho Allah. Walaupun manusia ridho,
tapi belum tentu Allah ridho atas usaha dan kerja kita.”
“Benar,
pak. Kita sebagai seorang muslim sudah sepantasnya menjadikan ridho Allah
sebagai tujuan utama kita. Tentang keridhoan manusia terhadap diri kita, itu
menjadi hal lain yang sepatutnya kita renungi. Setiap manusia di dunia ini
memiliki cara pandang yang berbeda. Tergantung dari banyaknya ilmu yang ia
miliki. Bisa jadi ada seseorang yang tidak menyukai sikap dan kepribadian kita.
Tapi Allah menyukainya dan memuliakan kita dibanding orang lain dengan
meninggikan derajat kemulian di sisi-Nya.”
Tanpa
sadar air mata mulai mengucur deras di pelupuk mata bapak tersebut. Ayah merasa
terharu dengan pernyataan bapak itu. Dari kejadian ini ayah berharap bisa
menjadi seorang yang ikhlas dalam segala sesuatu. Khususnya ketika bekerja
mempertanggung jawabkan keluarga.
“Bapak,
bekerjalah dengan sebaik mungkin. Curahkanlah seluruh upaya untuk memaksimalkan
kerja kita. Sungguh Allah pasti melihat apa yang kita lakukan. Allah pasti akan
memberikan balasan atas segala usaha kita untuk mendapatkan kebaikan bagi diri
dan keluarga. Ingatlah! Di setiap kesusahan itu pasti ada kemudahan. Allah
selalu menguji kita apakah kita sudah benar-benar menjadi hamba yang beriman
serta ikhlas? Allah selalu berada didekat hamba-Nya.”
“Dan
yang terakhir, pak. Setiap amal yang kita kerjakan akan diterima di sisi Allah
jika kita sudah memiliki dua hal; yaitu keikhlasan dan lurusnya niat serta
bekerja secara ihsan berdasarkan perintah Nabi Muhammad saw. Kebenaran batin
dalam bekerja akan tercapai jika kita memiliki keikhlasan dan kelurusan niat.
Sedangkan kebenaran lahir dalam bekerja akan tercapai jika kita ihsan dalam
melakukan sesuatu sesuai ajaran Rasulullah saw. Itu semua terangkum dalam
firman Allah SWT."
وَمَنْ يُسْلِمْ
وَجْهَهُ إِلَى اللَّهِ وَهُوَ مُحْسِنٌ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى وَإِلَى اللَّهِ عَاقِبَةُ الْأُمُور.لقمان آية 22
“Dan
barangsiapa yang menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia orang yang
berbuat kebaikan maka sesungguhnya ia telah berpegang pada buhul tali yang
kokoh. Dan hanya kepada Allah kesudahan segala urusan.” Luqman ayat 22.
Pada
akhirnya ayah dan bapak itu saling merangkul berpelukan. Air mata bapak itu
belum berhenti sejak tadi. Ia terharu dengan sikap dan nasihat yang telah ayah
berikan kepadanya. Dalam hati ayah berjanji untuk bisa meluangkan waktu agar
dapat berinteraksi dengan orang-orang seperti bapak itu di kemudian hari.
Masih
banyak orang awam yang tidak memiliki kecukupan ilmu akan pemahaman mereka
tentang Islam secara menyeluruh. Tugas kitalah yang telah mendapatkan pemahaman
tersebut untuk menyampaikannya kepada orang lain. Jadilah seorang muslim yang
sadar akan eksistensi panji Islam yang kita bawa. Jangan hanya menjadi muslim
yang biasa-biasa saja. Kita hidup mengemban tugas menyampaikan Islam kepada
ummat manusia. Itulah salah satu konsekuensi karena kita dilahirkan di dunia
ini dalam keadaan muslim. Bersyukurlah karena engkau dapat mengecap manisnya
pendidikan Islam sejak dini, anakku. Selanjutnya adalah tugas engkau
menyampaikan segala hal yang telah engkau dapatkan kepada orang lain khususnya
teman-temanmu, tentang pemahaman Islam yang kaffah di kemudian hari nanti. Ayah
selalu mendo’akan untuk kebaikanmu.
Sepertinya ayah hampir bercerita
setengah jam. Kereta sekarang telah melewati stasiun Cilebut. Hanya tinggal
menunggu beberapa saat sampai kereta sampai dan berhenti di stasiun terakhir
Bogor Kota, Pasar Anyar. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan lebih. Kereta
sampai tepat waktu dari jadwal walaupun keberangkatan tadi agak telat. Ia tersenyum
menuruni kereta dibelakang ayah. Ia bahagia setelah mendengar cerita yang
membuat ia jauh lebih memahami hakikat hidup ini.
Begitulah. Ia mendapatkan
pemahaman yang baik dari cerita yang ayah sampaikan kepadanya. Ia mengerti
bahwasanya setiap keinginan akan kebutuhan hidup dapat tercapai dengan berusaha
tidak enggan untuk bekerja. Seperti yang dikatakan Rasulullah saw. Bahwasanya ”Allah
telah menjadikan rezekiku dibawah naungan tombakku”. Karena dengan bekerja
sama saja kita telah menjaga kehormatan kita untuk tidak meminta-minta. Sikap iffah
harus selalu dijaga dalam kepribadian diri. Allah pun telah menjanjikan
bahwasanya bumi ini telah dimudahkan bagi kita.
هُوَ الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ ذَلُولًا فَامْشُوا فِي مَنَاكِبِهَا
وَكُلُوا مِنْ رِزْقِهِ وَإِلَيْهِ النُّشُورُ.الملك آية 15
“Dialah
(Allah) yang telah menjadikan bumi itu mudah bagimu, maka berjalanlah di segala
penjurunya dan makanlah sebagian dari rezekinya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu
dikembalikan.” Al-Mulk ayat 15.
Tidak
hanya itu, ia juga dapat memantapkan slogan abadi setiap muslim tentang
keikhlasan. Bahwasanya Allah adalah tujuan utama hidup. Seyogyanya ia bisa
mengorientasikan perkataan, perbuatan dan perjuangannya hanya kepada Allah SWT;
mengharapkan keridhoan-Nya dan memperoleh pahala-Nya. Bukan hanya sekedar
mendapatkan keuntungan duniawi seperti materi, prestise, pangkat, gelar,
kemajuan atau kemunduran. Dengan itulah ia menjadi tentara muslim sejati dengan
landasan aqidah yang kuat. Bukan tentara kepentingan dan hanya mencari manfaat
dunia. Dunia dan segala isinya sebenarnya adalah hadiah bagi seorang muslim
jika dapat selalu istiqomah diatas jalan yang benar. Yang diharapkan adalah
seorang muslim itu selayaknya dapat menggenggam dunia dan isinya, bukan dunia
yang menggenggamnya dengan cengkeraman syahwat. Akhirnya hanya keridhoan Allah
yang sepantasnya kita cari di sepanjang perjalanan hidup kita.
فليتك تحلو و الحياة مريرة
و ليتك ترضى و الأنام غضاب
و ليت الذي بيني و بينك عامر
و بيني و بين العالمين خراب
إذا صحّ منك الودّ فالكلّ هيّن
و كلّ الذي فوق التراب تراب
Dengan-Mu ada kelezatan, meski hidup terasa pahit
Kuharapkan ridho-Mu, meski seluruh manusia marah
Kuharapkan hubunganku dengan-Mu tetap harmonis
Meski hubunganku dengan seluruh alam berantakan
Bila cinta-Mu kudapatkan, semua terasa ringan
Sebab, semua yang ada diatas tanah adalah tanah belaka
Untuk
seluruh ayah di dunia. Kami selalu menunggu kedatanganmu. Mendengar
cerita-cerita yang kau berikan. Luangkanlah waktu untuk kami. Kami tahu engkau
sibuk bekerja untuk mendapatkan penghasilan menghidupi keluarga. Tetap kami
berharap agar engkau berusaha untuk selalu berada di dekat kami. Kami sangat
bahagia ketika engkau bercerita tentang masa kecilmu, atau mungkin
pengalaman-pengalaman yang baru kau dapatkan. Ayah, kami selalu menunggu
kedatanganmu.
Ayah
adalah orang terbaik seluruh dunia. Ia memberikan kami pemahaman untuk bisa
hidup. Tak hanya sekedar mendapatkan manfaat dunia. Tapi mengajarkan kepada
kami untuk bisa menikmati hidup dengan bahagia. Sejatinya hanyalah kebahagian
yang selalu dicari setiap insan di dunia.
Ayah.
Tahukah engkau? Ada pepatah mengatakan bahwasanya jika ingin melihat
kepribadian seseorang lihatlah ayahnya. Kami tahu engkau pasti mengatahui itu.
Kesuksesan seseorang bukanlah dilihat dari pencapaian hidupnya. Tapi dilihat
dari bagaimana ia bisa mendidik anaknya sebaik mungkin. Agar anak-anaknya bisa
menikmati sekaligus menggenggam dunia lebih baik darinya. Jika pada saatnya
nanti anaknya lebih baik, berarti saat itulah ia pantas disebut sebagai orang
yang sukses. Untuk membangun generasi masa depan yang membanggakan.
Ayah
adalah orang yang selalu tegar menghadapi hidup. Ia mengorbankan segala sesuatu
agar anak-anaknya bisa bahagia. Dia tidak berbohong atas hakikat yang
sebenarnya. Sesungguhnya segala yang dia katakan dan perbuat hanya
menginnginkan untuk kebutuhan anak-anaknya. Janganlah pernah berprasangka
terhadap perlakuan ayah terhadap kita.
Ayah.
Kami disini tetap menunggumu. Diatas bumi Allah yang tiada artinya melainkan
untuk kemaslahatan ummat manusia. Walau kami harus menunggu hingga batas waktu,
kami kan selalu menantimu. Agar bisa mendengar cerita-ceritamu yang membuat
kami selalu senang, tersenyum dan bahkan membuat kami kami tertawa lepas.
Berikanlah kami pemahaman untuk mendapatkan kehidupan yang berbahagia. Seperti
hikmah yang diberikan kepada anak Luqman melalui perantara ayahnya.
Sungguh,
kami selalu menunggu cerita-ceritamu.