“Apa pun,siapa pun,kapan pun, dimana pun, bagaimana pun, aku tetap orang yang berpegang teguh terhadap idealisme yang kuyakini. Karena sejatinya seorang realistis hanya dapat bergerak dalam kehidupan dengan idealisme yang ia miliki dan yakini.”
Beranjak dari kalimat diatas, seyogyanya setiap insan di dunia ini dapat memahami dengan baik perihal makna kehidupan hakiki yang diberikan oleh Allah SWT. Lebih jauh lagi mengenai kebermaknaan hidup itu sendiri. Ketika makna ditemukan, maka akan bahagia seseorang menjalani hidupnya. Sesungguhnya Allah SWT telah menegaskan bahwasanya hanya agama Islam sajalah yang pada akhirnya akan diterima oleh-Nya.
“Dan barangsiapa mencari agama selain Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali ‘Imran : 85)
Pascareformasi tahun 1998 terlihat dengan jelas kebebasan organisasi pergerakan dakwah , khususnya pergerakan dakwah mahasiswa yang sampai saat ini masih menunjukkan eksistensinya. Sebut saja Pelajar Islam Indonesia (PII), Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Lembaga Dakwah Kampus (LDK), dan masih banyak pergerakan dakwah lain yang tak dapat disebutkan satu per satu. Pergerakan-pergerakan dakwah tersebut menjadi sebuah pijakan dalam upaya membentuk peradaban baru yang dilandaskan Al Quran dan As-Sunnah. Tak pelak, semua pergerakan dakwah mahasiswa di Indonesia yang telah terbentuk hingga saat ini adalah sebuah kontribusi nyata dalam menunaikan amanah Allah SWT kepada umat-Nya untuk menjadi da’i dalam kondisi apa pun, antum du’aat qobla kulli syai’in. Sebelum segala sesuatu kalian semua adalah para da’i.
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.” (Ali ‘Imran : 104)
Dan dua ayat ini pun menjadi penegas ayat sebelumnya.
“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (Ali ‘Imran : 110)
“Dan demikian (pula) kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.”(Al Baqarah : 143)
Berbicara mengenai pergerakan kebangkitan Islam, takkan terlepas dari tokoh-tokoh yang menjadi pelopor sekaligus promotor pembaruan pergerakan kebangkitan Islam itu sendiri. Saat ini pergerakan dakwah mahasiswa di Indonesia sedikit banyak cenderung mengadopsi pergerakan Ikhwanul Muslimin yang digagas oleh Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna, lebih tepatnya terinspirasi oleh pergerakan beliau.
Mengambil istilah dari Fazlur Rahman, ia mengemukakan bahwa pergerakan Ikhwanul Muslimin yang digagas oleh Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna adalah pergerakan yang lebih menekankan pemikiran Islam secara total sebagai sistem hidup yang mengatur kehidupan bernegara dan bermasyarakat atau biasa disebut kelompok ‘fundamentalisme Islam’. Selanjutnya pada tataran periodesasi pembaruan pergerakan kebangkitan Islam, para fundamentalis ini oleh Fazlur Rahman dimasukkan kedalam pemikiran neorevivalisme. Seiring dengan perjalanan pergerakan kebangkitan Islam, tidak lama sejak bermekarannya pemikiran neorevivalisme, muncul kembali pemikiran baru yang mewarisi pemikiran fundamentalisme sekaligus mengoreksinya. Inilah yang disebut neofundamentalisme Islam. Mereka dapat beradaptasi terhadap kemodernan, tetapi tetap berpegang teguh kepada nilai-nilai Islam yang dianggap universal dan akan senantiasa mampu menjawab tantangan zaman*.
Di kalangan para cendekiawan, pemuda memiliki 3 amanah yang diharapkan menjadi tumpuan mereka dalam bergerak, yaitu social control, iron stock, dan agent of change. Ketiga amanah tersebut menjadi sebuah tumpuan yang tak dapat terelakkan kembali untuk dipertanggungjawabkan kepada para pemuda. Tetapi, kadangkala timbul pertanyaan yang membuat rasa kepenasaran semakin membuncah di antara segelintir orang yang belum memahami, ”Mengapa harus para pemuda?”
“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) kisah mereka dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Dan kami meneguhkan hati mereka di waktu mereka berdiri, lalu mereka pun berkata, "Tuhan kami adalah Tuhan seluruh langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia, Sungguh, kalau saja kami berbuat demikian, tentu kami telah mengucapkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran.” (Al Kahfi : 13-14)
Dalam ‘Majmu’ah Ar-Rasail’ karya Imam Asy-Syahid Hasan Al Banna, beliau mengemukakan setidaknya ada empat karakter yang senantiasa melekat pada diri pemuda. Perwujudan orientasi yang dimiliki pemuda akan terealisasi manakala ada rasa keyakinan yang kuat kepadanya, ikhlas dalam berjuang di jalannya, senantiasa bersemangat dalam merealisasikannya, dan kesiapan untuk beramal serta berkorban dalam mewujudkannya. Karena sesungguhnya dasar keimanan itu adalah nurani yang menyala, dasar keikhlasan adalah hati yang bertakwa, dasar semangat adalah perasaan yang menggelora, dan dasar amal adalah kemauan yang kuat. Itu semua tak lain hanya dimiliki pada diri para pemuda*.
Terjawab sudah pertanyaan yang sedari tadi menjadi persoalan. Itulah pemuda. Mereka identik terhadap perjuangan. Mereka seperti pusaran gelombang yang menggerakkan segala sesuatu. Mereka laksana ombak yang menerpa tembok ketidakadilan. Mereka layaknya pelangi, memberikan secercah harapan yang muncul setelah kegelapan menuju cahaya. Dan mungkin setiap apa yang telah ada di dunia tak terlepas dari peran serta dan kontribusi yang mereka ciptakan.
Begitulah para pemuda. Maka tak salah jika Presiden Soekarno menyatakan bahwa ia akan mengguncang dunia hanya dengan sepuluh pemuda. Karena sosok pemuda adalah kepribadian yang terintegrasi. Fase hidup yang selalu dinanti oleh setiap insan. Karena hampir semua hal yang akan didapat manusia dalam hidup ini terjadi dalam fase keremajaan. Tentu saja fase remaja merupakan indikasi awal yang menjadikan diri seseorang layak disebut sebagai seorang pemuda. Lebih jauh, pribadi seorang remaja yang sudah ditempa menjadikan dirinya patut disebut sebagai seorang pemuda. Kematangan akal dan fisik yang mereka dapatkan takkan ada yang bisa dinafikan oleh sesuatu pun.
Bertolak dari pernyataan yang telah disampaikan sebelumnya, seyogyanya khalayak umum dapat memahami dan menyakini eksistensi para pemuda. Namun, beberapa tahun terakhir opini publik saat ini menimbulkan sedikit keraguan atas jati diri seorang pemuda. Mungkin disebabkan kebebasan pers yang melanda media berdampak sangat luas dalam memetakan persepsi dan pemikiran masyarakat.
Saat ini masyarakat berpandangan bahwa pergerakan dakwah mahasiswa pascareformasi 1998 tidak menunjukkan eksistensinya secara nyata. Masyarakat menganggap pergerakan dakwah mahasiswa tahun-tahun terakhir ini tidak semasif dengan pergerakan dakwah mahasiswa di zaman prareformasi. Inilah yang menjadi permasalahan utama. Opini seperti ini tersebar dalam kehidupan masyarakat secara luas. Ini dapat menimbulkan degradasi motivasi dan bahkan akan lebih mengkhawatirkan ketika terjadi disorientasi dalam pergerakan dakwah mahasiswa.
Padahal jika kembali ditelusuri perihal masalah ini, sebenarnya tidak semua pergerakan dakwah mahasiswa seperti apa yang dianggap oleh masyarakat. Walaupun secara kasat mata terlihat tidak semasif seperti yang terjadi pada zaman prareformasi, pergerakan dakwah mahasiswa mulai memahami birokrasi manajemen organisasi dengan baik. Dahulu kebanyakan pergerakan dakwah mahasiswa berpusat pada pergerakan massa. Gelombang massa dijadikan tumpuan kekuatan utama. Namun, jarang ada yang memperhatikan persoalan administratif. Maka jadilah pengarsipan surat, dokumentasi kegiatan, hingga masalah AD/ART tidak sesuai yang diharapkan. Padahal seharusnya semua yang berhubungan dengan administratif dapat terselesaikan dengan baik.
Berbeda halnya dengan sekarang. Pergerakan dakwah mahasiswa saat ini dapat dikatakan lebih rapih pengorganisasiannya dibandingkan dengan prareformasi. Lebih tepatnya terkait permasalahan manajemen organisasi, pergerakan dakwah mahasiswa sudah mengaplikasikannya dengan baik di lapangan dan tetap tidak mengindahkan gelombang massa sebagai salah satu kekuatan pergerakan.
“Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (Ash-Shaaf : 4)
Untuk itu sudah sepatutnya khalayak umum menyadari hal ini. Jangan pernah sama sekali menghilangkan eksistensi para pemuda. Mereka memiliki jiwa kepribadian dan karakter khas yang tak dimiliki seorang pun melainkan diri mereka sendiri.
Ada sebuah pertanyaan. Mengapa pergerakan dakwah mahasiswa tidak pernah terhapuskan eksistensinya dan selalu memiliki semangat juang tinggi dalam melakukan pergerakan serta selalu aktif dalam berpartisipasi dan berkontribusi bagi perkembangan kehidupan? Karena mereka memegang teguh idealisme yang mereka yakini bersama. Sejatinya tidak seorang pun atau sekelompok orang tertentu yang realistis dapat bergerak dalam kehidupan, melainkan ia atau mereka memiliki idealisme yang dipegang kuat dan diyakini hati dengan penjunjungan tinggi.
Saat ini pergerakan dakwah mahasiswa tengah melakukan konsolidasi yang begitu menyakinkan. Pergerakan dakwah mereka sudah merambah berbagai aspek kehidupan bermasyarakat seperti nilai dan norma sosial, budaya, perilaku, maupun pemikiran. Tak bisa dipungkiri, mahasiswa adalah penggerak dalam upaya revitalisasi kemaslahatan umat dan bangsa.
“Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: "Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah." akan tetapi (Dia berkata): "Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, Karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.” (Ali ‘Imran : 79)
Ayat Al Quran di atas menjadi penutup atas pembahasan yang telah berkepanjangan ini. Secara fundamental pergerakan dakwah, khususnya mahasiswa, memiliki hubungan terkait dengan makna tarbiyah. Tak dapat dipungkiri, pergerakan dakwah mahasiswa bermula dari arah pembinaan sepanjang hidup yang jelas untuk membentuk kader-kader dakwah yang mumpuni. Atau biasa disebut Tarbiyah Nukhbawiyah.
Dakwah dan tarbiyah merupakan dua konsep fundamental yang dimiliki agama Islam. Pergerakan Dakwah Mahasiswa pada dasarnya merupakan pengejawatahan dari pembentukan Rijalud Dakwah atau para aktivis dakwah. Kedepan pergerakan dakwah mahasiswa diharapkan tetap terjaga eksistensinya sebagai washilah atau media dalam pembentukan aktivis-aktivis kader dakwah yang siap menyongsong umat dan negara.
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (dirugikan).” (Al Anfal : 60)
“Akulah petualang yang mencari kebenaran. Akulah manusia yang mencari makna dan hakikat kemanusiannya di tengah manusia. Akulah patriot yang berjuang menegakkan kehormatan, kebebasan, ketenangan, dan kehidupan yang baik bagi tanah air di bawah naungan Islam yang hanif.
Akulah lelaki bebas yang telah mengetahui rahasia wujudnya, maka ia pun berseru, ‘Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan Semesta Alam yang tiada sekutu bagi-Nya. Kepada yang demikian itulah aku diperintahkan, dan aku termasuk orang-orang yang berserah diri.’
Inilah aku. Dan kamu, kamu sendiri siapa?”*
* Meraih penghargaan Juara 1 Lomba Esai Festival Imuwan Muslim Nasional 2012 SERUM-G
FMIPA Institut Pertanian Bogor (Bogor, 14 Oktober 2012),
* Hilmy Bakar Al Mascaty, Pembaruan Islam Pasca Reformasi di Indonesia,
Diunduh tanggal 17 September 2012
* Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, (Solo : PT Era Adicitra Intermedia,
2010), hlm. 128.
* Ibid, hlm. 25.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar