Kini sudah hampir 15 tahun berlalu Indonesia melewati masa-masa perbaikan sejak reformasi tahun 1998. Sedikit banyak terlihat perkembangan Indonesia dalam pemulihan pemerintahan di berbagai sektor. Tak bisa dipungkiri walaupun belum menunjukkan perbaikan secara meluas, pemerintah telah memberikan indikasi bahwa Indonesia akan menjadi salah satu negara maju dalam 15 tahun mendatang. Khususnya dalam konsolidasi perbaikan politik pemerintahan yang demokratis. Terbukti dengan berjalan lancarnya proses pemilihan umum yang sudah dilaksanakan hingga tiga kali sejak reformasi terjadi.
Berbicara mengenai undang-undang yang mengatur segala sektor kehidupan takkan terlepas dari fungsi legislasi yang diemban oleh Dewan Perwakilan Rakyat. DPR dengan ketiga fungsi yang dimilikinya, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan menjadi salah satu lembaga negara yang secara independen berkuasa untuk bergerak dalam pemerintahan. Namun, tetap tidak mengindahkan prinsip check and balance diantara 2 lembaga berkuasa lainnya, eksekutif dan yudikatif.
DPR sebagai lembaga yang bergerak atas dasar representasi rakyat sepatutnya menjadi tumpuan utama dalam pengembangan demokrasi di Indonesia. Mengapa? Sejak terpilihnya anggota DPR di pemilihan umum melalui daerah pemilihan (dapil) yang telah ditentukan menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia telah menyadari esensi dari demokrasi itu sendiri. Rakyat Indonesia telah sadar dan melek akan politik dengan segala intrik-intriknya. Oleh karenanya sangat diperlukan sistem yang mengatur segala hak dan wewenang anggota DPR untuk mengoptimalkan fungsi pelaksanaan lembaga representasi rakyat tersebut.
Konstitusi UUD 1945 yang telah dilakukan amandemen sebanyak empat kali menjadi kekuatan utama bagi DPR dan seluruh anggota didalamnya untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan politik terkait pembuatan undang-undang, pembahasan dan pengesahan anggaran negara, serta pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang dan penggunaan anggaran yang sesuai dengan aturan hukum yang ada. Serta tidak menyeleweng sama sekali dari undang-undang yang berlaku. Dari ketiga fungsi yang dimiliki oleh DPR, tentunya akan sangat bijak jika pembahasan tidak terlalu meluas. Agar nantinya ditemukan maksud dari inti pembicaraan yang sedang dilakukan.
Sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia tentunya sangatlah beragam. Dari keterlibatan agama hingga intrik-intrik politik yang mencerminkan pergerakan masing-masing individu. Hal ini takkan pernah bisa dinafikan karena pada dasarnya pelaksanaan demokrasi di setiap negara pastilah melalui manuver-manuver politik yang jika publik mengetahui secara luas maka perkembangan demokrasi di negara tersebut akan cenderung tidak meningkat. Sehingga muncul pernyataan bahwasanya setiap individu ataupun lembaga yang bergerak didalam roda pemerintahan berhak melakukan kebijakan politik yang sifatnya terbuka maupun tertutup dengan tetap memperhatikan prosedur hukum yang berlaku.
Beranjak dari pernyataan diatas, sudah sepatutnya wakil-wakil rakyat didalam keanggotaan DPR memperjuangkan sebaik mungkin kepentigan rakyat Indonesia secara luas dengan kesanggupan dan wewenang yang dimiliki oleh masing-masing individu. Karena jika kembali menelisik asal usul keterpilihan anggota DPR, maka akan terbesit didalam benak setiap orang bahwa mereka mengemban amanah besar untuk melaksanakan perubahan nyata bagi kepentingan rakyat. Ini adalah sebagai wujud pelaksanaan demokrasi yang dituntut setiap warga negara dengan hak suara yang mereka gunakan.
Dalam melaksanakan dan mengoptimalkan ketiga fungsi yang dimiliki oleh DPR, maka terdapat undang-undang yang mengatur strukturalisasi dalam internal DPR. Selanjutnya disebut sebagai alat kelengkapan yang harus dimiliki oleh DPR. Salah satu alat kelengkapan tersebut adalah komisi.
Komisi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan jumlah komisi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota komisi ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang. Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR (kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi. Tugas komisi dalam pembentukan undang-undang adalah mengadakan persiapan, penyusunan, pembahasan, dan penyempurnaan rancangan undang-undang. Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas yang beragam. Kesebelas komisi tersebut bergerak sesuai bidang yang digelutinya*.
Dari statement diatas dapat disimpulkan bahwasanya komisi merupakan unsur penting sebagai alat pelengkap yang dimiliki oleh DPR. Anggota-anggota tiap komisi berasal dari fraksi yang berbeda-beda dengan adanya perimbangan dan pemerataan dari jumlah anggota tiap-tiap fraksi dan setiap pengisian tempat keanggotaan didasarkan latar belakang keilmuan seseorang atau penguasaan terhadap sesuatu terkait substansi yang ada didalam komisi tertentu.
Hal ini menunjukkan bahwasanya sudah ada perbedaan mendasar dari segi keanggotaan tiap-tiap komisi yanga ada di DPR. Untuk itu jika dikaitkan dengan masyarakat Indonesia yang sangat beragam dan mulai mewujudkan civil society yang kuat didalamnya, maka akan menimbulkan banyak sekali perbedaan pandangan maupun pendapat di kalangan anggota setiap komisi yang membahas hal-hal tertentu khususya terkait pembahasan RUU yang diajukan oleh DPR sendiri, maupun diajukan oleh presiden ataupun DPD.
Terkait permasalahan perbedaan pandangan dan pendapat, ini merupakan suatu keniscayaan yang dimiliki oleh setiap individu bergantung atas dasar latar belakang hidup dan bidang keilmuan yang digeluti. Karena pada dasarnya setiap individu atau/dan fraksi dalam keanggotaan DPR memiliki kecendurungan masing-masing. Untuk itulah seringkali banyaknya RUU masuk program legislasi nasional, yang seharusnya dapat dibahas, hanya segelintir yang dapat diratifikasi oleh DPR.
Mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Akbar Tanjung mempunyai catatan khusus mengenai kinerja DPR periode 2009-2014. Akbar menilai dua fungsi Dewan, yakni dalam legislasi atau pembentukan undang-undang dan penyusunan anggaran perlu diperbaiki. Dari segi kuantitas, Akbar mengkritik jumlah UU yang dihasilkan masih jauh dari harapan. Di tahun 2012, hanya 12 rancangan undang-undang yang disahkan Dewan dari 64 RUU yang masuk program legislasi nasional tahun 2012. Sebanyak 8 dari 12 UU itu diantaranya merupakan UU kumulatif terbuka. Dari segi kualitas, Akbar menilai seharusnya jangan sampai setiap UU yang disahkan DPR dibawa ke Mahkamah Konstitusi untuk dilakukan Judicial Review*.
Menanggapi hal ini seyogyanya anggota DPR, tidak memperhatikan kelompok tertentu, dapat memanfaatkan perbedaan pandangan dan pendapat yang terjadi untuk mengoptimalkan dan meningkatkan fungsi legislasi yang dimiliki oleh lembaga perwakilan rakyat tersebut. Untuk apa memanfaatkan perbedaan pandangan dan pendapat tersebut? Tentunya sebagai wujud demokratisasi negara Indonesia ini. Indonesia sepantasnya menjadi central figure dalam hal pelaksanaan demokrasi di Asia Tenggara seperti halnya negara Turki yang telah menjadi central figure di kawasan Timur Tengah.
Lalu bagaimanakah caranya untuk memanfaatkan perbedaan pandangan dan pendapat yag terjadi? Apakah ada solusi yang tepat untuk mengatasi masalah ini? Jika bersama-sama kembali memperhatikan sepak terjang pergulatan politik di Indonesia pascareformasi tentu tidak pernah terlepas dari benak pikiran setiap rakyat Indonesia bahwa sangat diperlukan upaya perbaikan di segala sektor pemerintahan setelah Bapak Soeharto telah demisioner dari jabatannya sebagai presiden RI. Polemik Mei 1998 menjadi ‘hantu bergentayangan’ dalam benak setiap warga negara Indonesia. Rakyat saat ini tidak menginginkan dampak-dampak negatif terjadi kembali. Tetapi rakyat memerlukan perbaikan yang meluas di segala sektor pemerintahan. Karena pada dasarnya makna reformasi secara bahasa adalah pembentukan kembali apa yang telah dirumuskan sebagai upaya perbaikan..
Oleh karenanya, dalam upaya peningkatan fungsi legislasi yang diemban oleh DPR, baik secara kuantitas maupun kualitas, diperlukan suatu pemecut untuk melakukan konsolidasi kembali dalam ruang lingkup perbaikan. Pemecutnya adalah menumbuhkan kembali semangat reformasi pada seluruh fraksi maupun anggota DPR yang tergabung didalamnya dengan berlatar belakang politik yang sama. Dengan kembali menumbuhkan semangat reformasi, maka kesebelas komisi yang ada pada DPR periode 2009-2014 dengan ruang lingkup tugas yang beragam dapat berjalan dengan baik dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Pembahasan RUU yang selama ini tidak efektif dan efisien dapat ditanggulangi secara solutif dan terintegrasi dari beragamnya pendapat dan pandangan dengan satu niat yang sama, yaitu semangat reformasi.
Bukankah benar demikian? Lihatlah realitas yang ada. Pada dasarnya semua fraksi yang ada dalam keanggotaan DPR merupakan representasi rakyat untuk melaksanakan tujuan yang sama. Yaitu perbaikan secara meluas di berbagai sektor pemerintahan. Ketika kesembilan fraksi yang ada dalam DPR, baik F-PD, F-PG, F-PDIP, F-PKS, F-PAN, F-PPP, F-PKB, F-Gerindra, dan F-Hanura secara bersama melakukan konsolidasi kembali terkait adanya perbedaan pandangan dan pendapat, maka akan tercipta keharmonisan dalam setiap komisi yang ada di DPR ketika membahas tentang RUU yang telah masuk program legislasi nasional.
Untuk itu, setiap anggota DPR dari fraksi yang berbeda dipandang perlu menyamakan tujuan dalam fungsi legislasi DPR. Karena tidak akan mungkin menafikan adanya perbedaan pandangan dan pendapat. Yaitu dengan menumbuhkan kembali semangat reformasi dalam jati diri anggota DPR sebagai perwakilan rakyat.
Akhir kata, ketika semangat reformasi di kalangan anggota DPR dikembalikan ke jalannya yang benar dalam upaya peningkatan fungsi legislasi DPR, niscaya wujud demokratisasi kehidupan bernegara di Indonesia akan terealisasikan dengan baik sesuai dengan kepentingan rakyat. Karena DPR merupakan lembaga representatif bagi rakyat untuk melakukan perbaikan secara luas.
* Ensiklopedi Bebas Wikipedia Bahasa Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat,
(Diakses tanggal 14 Oktober 2012)
* Waspada Online, Fungsi DPR Perlu Diperbaiki,
diperbaiki&catid=17:politik&Itemid=30
(Diakses tanggal 14 Oktober 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar